Lihat ke Halaman Asli

Bagus Putra W

Suka nulis saja.

Jangan Bicara Moral Kepada Pejabat yang Kariernya dari Jalur "Selangkangan"

Diperbarui: 4 Juli 2025   14:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto ilustrasi sumber AI.

KORUPSI di Indonesia adalah sebuah masalah yang tidak kunjung usai, merusak sendi-sendi kehidupan bangsa dan berakar dalam kultur yang sudah mengakar. Fenomena ini tidak hanya terbatas pada tindakan penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri, tetapi juga mencerminkan kondisi moral dan etika pejabat yang memimpin. Korupsi terjadi karena berbagai faktor, mulai dari keserakahan individu hingga sistem pengawasan yang lemah. Dalam konteks ini, Kota Semarang tidak luput dari permasalahan tersebut, di mana kasus korupsi terus menghangat setiap tahunnya, meski telah banyak pejabat yang dijerat hukum.

Salah satu aspek yang menarik untuk dibahas adalah cara beberapa pejabat di Kota Semarang meniti karier mereka. Ada desas-desus yang menyebutkan bahwa sebagian dari mereka memperoleh posisi penting melalui jalur "selangkangan", yaitu dengan cara "menjual diri" untuk mendapatkan jabatan.  

Tak hanya itu, ada juga yang dengan cara menyediakan jasa penghibur untuk entertain pejabat lebih tinggi. 

Praktik ini tidak hanya mengindikasikan lemahnya moralitas individu, tetapi juga mencerminkan budaya yang merusak di dalam birokrasi. Menurut survei dari Transparency International, Indonesia berada pada peringkat 102 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2021, yang menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi masalah serius yang mengganggu kepercayaan publik.

Meski tak bisa tunjuk hidung, fakta bahwa ada pejabat-pejabat ini lebih memilih jalur tidak etis untuk mencapai tujuan mereka menunjukkan bahwa moralitas tidak lagi menjadi kompas bagi mereka. Bagi mereka, cara apa saja akan dilakukan demi ambisi. Dalam hal ini, moralitas hanya menjadi jargon yang diucapkan, bukan prinsip yang diterapkan. Ketika seseorang rela menjadi simpanan pejabat lebih tinggi atau bahkan terlibat dalam hubungan intim demi mendapatkan jabatan, jelas bahwa mereka tidak memiliki keberpihakan kepada masyarakat. Keberadaan mereka dalam posisi kekuasaan hanya memperburuk keadaan, mengesampingkan kepentingan publik demi kepentingan pribadi.

Praktik-praktik semacam ini, yang sering kali dianggap sebagai "suap" dalam bentuk yang lebih halus, menciptakan lingkungan di mana integritas dan akuntabilitas tidak lagi dihargai. Penelitian oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa korupsi di Indonesia sering kali melibatkan jaringan yang kompleks, di mana hubungan pribadi dan kepentingan finansial saling terkait. Tidak jarang, pejabat yang terlibat dalam praktik ini mengabaikan tanggung jawab mereka kepada masyarakat dan lebih memikirkan bagaimana memanfaatkan kekuasaan untuk memperkaya diri. Apa itu pelayanan publik? Apa itu etika dan moral? apa itu kebenaran? gak penting lagi bagi mereka, selain ambisi kekuasaan dan jabatan.

Sikap ini mengarah pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya berbicara tentang moral kepada individu yang kariernya dibangun di atas praktik-praktik kotor. Moralitas bagi mereka sudah tidak relevan; apa yang lebih penting adalah bagaimana mereka dapat mempertahankan kekuasaan dan memperkaya diri. Dalam pandangan mereka, rakyat hanyalah alat untuk mencapai tujuan, dan kepentingan masyarakat tidak lebih dari sekadar latar belakang cerita dalam perjalanan karier mereka.

Dengan demikian, menyoroti masalah ini bukan hanya penting untuk memahami dinamika korupsi di Kota Semarang, tetapi juga untuk menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya menuntut akuntabilitas dari pejabat publik. Dalam menghadapi pejabat yang tidak memiliki moralitas, langkah yang lebih efektif adalah membangun sistem pengawasan yang kuat dan mendorong transparansi dalam setiap aspek pemerintahan. Hanya dengan cara ini, kita dapat berharap untuk menciptakan perubahan yang nyata dan menyelamatkan masa depan bangsa dari jeratan korupsi yang mengancam.

Kesimpulannya, dalam konteks pejabat yang kariernya dibangun dari jalur "selangkangan", berbicara tentang moralitas adalah hal yang sia-sia. Yang dibutuhkan adalah tindakan nyata untuk memberantas praktik-praktik korupsi dan membangun sistem yang mendukung integritas dan akuntabilitas. Hanya dengan cara inilah kita dapat berharap untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik, yang benar-benar berpihak kepada masyarakat.(*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline