Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Sodiq Asrofi

Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Kasus Dugaan Korupsi PT. Pertamina (Persero) dilihat dari sisi Mazhab positivisme hukum

Diperbarui: 17 Maret 2025   00:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Nama : Muhammad Sodiq Asrofi 

NIM    : 232111024 

Kasus Dugaan Korupsi PT. Pertamina  (Persero) (2025)

Pada 25 Februari 2025, Kejaksaan Agung Indonesia menetapkan tujuh individu sebagai tersangka dalam kasus korupsi yang melibatkan perusahaan energi milik negara, Pertamina, beserta anak perusahaannya dan kontraktor swasta. Tindakan yang diduga terjadi antara 2018 hingga 2023 ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun (sekitar US$12 miliar). Para tersangka termasuk CEO Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; CEO Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; dan Direktur Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin. Mereka diduga mengabaikan regulasi yang mewajibkan Pertamina memprioritaskan pembelian minyak mentah domestik, dan malah memilih impor yang lebih mahal. Selain itu, Pertamina International Shipping diduga melebih-lebihkan biaya transportasi minyak mentah hingga 13%-15%.

PERSPEKTIF POSITIVISME HUKUM 

Dalam perspektif positivisme hukum, keabsahan hukum ditentukan berdasarkan peraturan yang berlaku, tanpa mempertimbangkan aspek moral atau keadilan substantif. Pada kasus ini, tindakan para tersangka dinilai berdasarkan pelanggaran terhadap regulasi yang mengatur prioritas pembelian minyak mentah domestik dan penghindaran praktik korupsi. Meskipun alasan mereka mungkin didasarkan pada pertimbangan operasional atau ekonomi, pendekatan positivisme hukum menekankan bahwa setiap tindakan harus sesuai dengan peraturan tertulis yang berlaku. Oleh karena itu, penegakan hukum terhadap para tersangka didasarkan pada pelanggaran jelas terhadap regulasi yang ada, tanpa mempertimbangkan motif atau alasan di balik tindakan mereka.

Pendekatan positivisme hukum memberikan kepastian dan prediktabilitas dalam penegakan hukum. Dengan berfokus pada peraturan tertulis, pendekatan ini memastikan bahwa tindakan yang melanggar regulasi akan dikenakan sanksi, terlepas dari alasan atau justifikasi yang diberikan oleh pelaku. Hal ini penting untuk menjaga integritas sistem hukum dan mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan atau diskresi yang berlebihan.  

Dengan demikian, kasus dugaan korupsi Pertamina ini menunjukkan bagaimana pendekatan positivisme hukum diterapkan dalam menilai dan menindak pelanggaran terhadap regulasi yang berlaku.

Yang selanjutnya tentang argument saya mengenai madzhab hukum positivisme dalam hukum di indonesia yaitu, saya berpendapat bahwa madzhab hukum positivisme masih sangat relevan dan berpengaruh dalam sistem hukum di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek : 

Pertama, Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan konstitusi negara Indonesia masih menggunakan pendekatan positivisme dalam mengatur hubungan antara negara dan warga negara. Hal ini dapat dilihat dari pasal-pasal yang mengatur tentang kekuasaan negara dan hak-hak warga negara.

Kedua, sistem hukum di Indonesia masih menggunakan pendekatan kodifikasi, yaitu pengaturan hukum yang sistematis dan terstruktur dalam bentuk undang-undang dan peraturan lainnya. Hal ini merupakan ciri khas dari madzhab hukum positivisme.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline