Lihat ke Halaman Asli

Aryadi Noersaid

TERVERIFIKASI

entrepreneur and writer

Lelaki Pemikat Punai (11)

Diperbarui: 4 Januari 2021   12:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

LELAKI PEMIKAT PUNAI (11)

Sebuah Novel

“Beruntungnya kamu masih punya ibu,” Niken menghela nafas tetapi sepertinya ia tak ingin terlihat lemah dihadapanku meskipun aku tahu bagaimana rapuh dirinya terlihat dari raut wajahnya.

“Ya, makanan seperti inilah yang menemaniku tiga tahun sekolah di Semarang. Bekal yang kubawa setiap hari,” ujarku.

“Kamu, sekolah di Semarang?” tanya Niken  terkejut.

“Ya, sudah selesai juga seperti kamu. Tiga hari lagi aku harus memilih antara tetap tinggal disini atau pergi,” jawabku.

“Pergi, pergi kemana? Bukankah kamu bilang ingin mengetahui siapa pembunuh bapakmu?”

Aku mengangguk. Kuberitahu padanya tentang bagaimana aku telah diterima kuliah di Jakarta setelah sekian tahun berjuang untuk mendapatkannya.

Aku tak bercerita banyak tentang bagaimana rencana itu akan aku jalankan sementara bapak yang sebelumnya yakin akan mampu menopang hidupku selama kuliah di Jakarta ternyata lebih dulu pergi meninggalkan kami.

“Astaga, kamu hebat Fatur. Jangan sia-siakan kesempatan itu! Apa yang kamu dapatkan itu impianku juga. Hanya saja aku tak sepandai kamu untuk mendapatkan undangan dari mereka,” pujian Niken mendesirkan rasa yang aneh padaku. Aku berusaha menutupi kegugupan dengan menuangkan beberapa nasi keatas tutup kotak kubus bekal dari ibu.

“Nasi ini kita bagi dua ya! Aku harap kamu mau memakannya. Aku makan yang ditutup ini, kamu makan yang ada didalam kotak!” tawaranku padanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline