Lihat ke Halaman Asli

Tradisi Ruwatan di Desa Larangan: Harmoni Budaya dan Doa Leluhur

Diperbarui: 4 Agustus 2025   20:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagelaran Wayang Semalam Suntuk dalam rangka Ruwat Desa

Banjarnegara, 19 Juli 2025

Tradisi budaya dan spiritual kembali hidup di Desa Larangan, Kecamatan Pagentan, Kabupaten Banjarnegara, dalam gelaran Ruwat Desa yang dilaksanakan pada Sabtu malam, 19 Juli 2025. Acara ini menjadi ajang penting untuk menyatukan warga desa dalam nuansa kebudayaan, kebersamaan, serta wujud syukur kepada Tuhan dan para leluhur atas limpahan berkah serta keselamatan desa.

Ruwat desa merupakan tradisi adat tahunan yang sudah mengakar kuat di tengah masyarakat Desa Larangan. Makna "ruwat" sendiri berarti membersihkan atau menyucikan baik secara lahir maupun batin dengan harapan terhindar dari mara bahaya dan bencana. Kegiatan ini dipercaya membawa keberkahan, kelancaran rejeki, serta ketentraman bagi seluruh warga.

Puncak acara ditandai dengan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk, yang menjadi daya tarik utama masyarakat. panggung dihiasi dengan indahnya ornamen tradisional, lengkap dengan kelir (layar putih) yang menjadi latar bayangan wayang, serta deretan gamelan dan sinden yang menciptakan suasana magis.


Sinden Bernyanyi disela-sela Pagelaran Wayang

Tokoh-tokoh wayang yang dimainkan oleh dalang tidak hanya menyampaikan kisah pewayangan seperti Ramayana atau Mahabharata, tetapi juga menyelipkan pesan moral, nilai kebajikan, serta nasihat kehidupan yang sangat relevan untuk kehidupan masyarakat desa. Dalam salah satu momen, tampak para penabuh gamelan dan sinden tampil dengan pakaian adat yang anggun dan penuh khidmat. Tidak hanya sebagai tontonan, pertunjukan ini adalah bagian dari ritual sakral yang dipercaya mampu menolak bala serta mempererat ikatan sosial warga

Dalang menceritakan kisah Semar dan Prabu Kumbakarna

Yang membuat acara ini istimewa adalah partisipasi aktif dari warga desa. Baik tua, muda, laki-laki maupun perempuan turut ambil bagian. Sejak pagi hari, masyarakat telah bergotong royong mempersiapkan segala kebutuhan, mulai dari tumpeng, dekorasi, hingga kelengkapan panggung. Acara juga disaksikan oleh para tamu undangan, tokoh masyarakat, perangkat desa, serta pemuda-pemudi desa yang ikut menjaga kelestarian tradisi ini. Kegiatan ruwat desa seperti ini bukan sekadar seremonial budaya, tetapi juga bentuk nyata pelestarian nilai-nilai lokal, sekaligus media edukasi budaya bagi generasi muda. Dengan tetap menjunjung tradisi, Desa Larangan menunjukkan bahwa modernitas dan kearifan lokal bisa berjalan beriringan.

Ruwat Desa Desa Larangan 2025 menjadi bukti bahwa warisan budaya bukan untuk dikenang saja, tetapi untuk terus dihidupkan demi masa depan yang lebih harmonis, berakar, dan bermakna.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline