Lihat ke Halaman Asli

Perjuangan Seorang Ibu untuk Anaknya

Diperbarui: 19 November 2021   14:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Apakah ada sosok pahlawan yang begitu berarti dalam hidupmu? Atau mungkin kamu adalah pahlawan itu sendiri? Sosok pahlawan sering digambarkan sebagai seseorang yang rela berkorban. Mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri sendiri.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan jasa pahlawannya, tanpa mereka, Indonesia akan terus hidup dalam penjajahan.

Dalam hidup pun demikian, kita akan memiliki suatu sosok yang layak disebut pahlawan. Bagi saya pahlawan di hidup saya adalah orang yang mampu mengajarkan saya banyak hal, membuat hidup saya lebih berguna dan membekali saya dengan ilmu kehidupan untuk menjalankan episode baru dalam hidup saya.

Sosok itu adalah mamih (ibu). Saya tinggal di keluarga broken home semenjak saya kecil. Bagaimana perasaan saya saat itu? Saya tidak tahu pasti, yang saya ingat hanyalah saya tidak pernah mendapati sosok kedua orangtua saya. Sekolah diantar oleh pengasuh, rapor diambil oleh pembantu, dst. Tapi dengan kejadian perceraian tersebut saya tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat dan tegar.

Walaupun masih kecil, tetapi saya sudah peka dengan apa yang sedang terjadi, singkat cerita saya dan alm. kakak saya saat itu pindah rumah dan tinggal bersama dengan mamih di sebuah rumah kontrakan di Bandung. Berhubung alm. kakak saya sakit gagal ginjal dan membutuhkan biaya yang sangat besar setiap kali cuci darah, perekonomian keluarga kami menjadi goyah.

Mamih sudah bingung mencari uang dan akhirnya satu per satu barang di rumah terjual, demi biaya pengobatan bisa terus berjalan. Sampai kami pernah tinggal selama 2 bulan tanpa listrik sama sekali, dan penerangan kami dapatkan hanya dari lilin dan cempor buatan. Tapi mamih tak pernah menyerah, seluruh tenaga pikiran dan hidupnya ia dedikasikan untukku dan juga alm. kakakku. 

Sampai pada akhirnya mamih sudah tidak sanggup lagi untuk membayar uang sewa kontrakan, kami berkemas dan entah mau pergi kemana, mau tinggal kemana tidak terpikirkan oleh kami. Saya pun sudah punya firasat tidak enak, ternyata saya dan alm. kakak dikirim ke rumah nenek dari ayahku. Kami berpisah d isitu, dan ternyata setelah saya tinggal bersama nenek dan diurus oleh papih, saya tak pernah lagi bertemu dengan mamih lagi.

Saat itu saya masih SMP, kami benar-benar kehilangan kontak. Bertahun-tahun hidup berjauhan dengan ibu kandung, sangat campur aduk perasaan ini, sampai pada akhirnya saya mencari tahu keberadaan mamih. Saya mencarinya di sekitaran tempat tinggal kami yang dulu, mencari informasi dan akhirnya saya mendapatkan informasi bahwa mamih kost sekitar situ dan bekerja di salah satu tempat catering sebagai orang dapur. Lega, itulah yang kurasakan. 

Ternyata mamih masih hidup, masih ada, masih sehat dan masih terus berjuang. Dan akhirnya saya menemuinya di tempat kost kecil itu, kamar mandi harus ikut tetangga, hanya ada kasur dan lemari kecil. Hancur hati ini memikirkan bagaimana dia bisa hidup di keadaan yang seperti itu, tapi bagaimanapun masih ada perasaan kekecewaan dan kekesalanku padanya, kenapa saya harus dibuang ke rumah nenek? Kenapa saya tidak bisa terus tinggal dengannya dan memulai hidup baru lagi, kenapa kenapa dan kenapa? Tapi akhirnya saya mengerti dan di usia saya yang masih belasan saat itu, saya teramat sangat belajar untuk menerima keadaan dan berdamai dengan keadaan itu sendiri.

Itulah pahlawanku, mamih yang teramat sangat saya sayangi. Walaupun hidup kami berat saat itu, tapi kami memiliki satu perasaan yang besar yang membuat semuanya terasa ringan yaitu kasih sayang. Sekarang mamih sehat, tinggal tak jauh dari rumah saya (karena saat ini saya sudah menikah dan tinggal bersama suami).

Terima kasih mih sudah menjadi panutanku, sudah menjadi pondasi hidup dan mengajarkan bahwa hidup adalah tentang perjuangan, terima kasih atas segala pengorbananmu yang tidak pernah bisa saya balas sampai kapanpun. Saya yakin alm. kakak juga akan bangga juga padamu. Kau adalah pahlawan sesungguhnya dalam hidupku, teruslah sehat agar bisa melihat cucu-cucumu, doaku di nadimu.

(Oleh Angga Saputra)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline