Lihat ke Halaman Asli

Menjelang Ramadan, Segarkan Pendengaran!

Diperbarui: 26 April 2019   03:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi ramadan. (shutterstock)

Bulan Ramadan selalu dinanti umat Islam sebagai moment pendekatan diri kepada Yang Maha demi menyempurnakan ibadahnya. 

Dengan berpuasa sebulan penuh, umat islam menghayati setiap harinya dengan mengisi kegiatan positif untuk menyemarakkan.  Sampai pada puncaknya yaitu Idul Fitri atau biasa yang kita sebut Lebaran sebagai simbol kemenangan dalam memerangi hawa nafsu saat berpuasa. Bulan Ramadan merupakan moment yang tepat terhadap siapa saja yang ingin mengharap keberkahan dari sang pencipta.

Semaraknya Ramadan bisa dilihat dari iklan sirup dan kue lebaran yang sudah mulai membombardir per-televisian. Bisa juga dilihat dari barisan toples kurma yang sudah ada di minimarket dan pasar-pasar tradisional.  

Bagi sebagian masyarakat, berbondong-bondong ziarah ke makam keluarga adalah tradisi yang dilakukan sebelum bulan Ramadan tiba. Namun yang menjadikan Ramadan sangat terasa kedatangannya adalah musik religi yang mulai sering diputar sebagai soundtrack FTV khusus Ramadan maupun yang ada di radio.

Musik religi adalah sebutan bagi musik populer yang mengandung pesan dakwah Islam pada liriknya. Di Indonesia, musik populer bertema religi ditandai dengan lagu Hari Lebaran karya Ismail Marzuki tahun 1950an yang berirama polka. 

Lagu ini mempopulerkan kalimat "minal aidin wal faidzin, maafkan lahir dan batin" yang selalu diucapkan ketika Lebaran tiba. Makna lagu ini bisa berarti bahwa kemenangan seseorang ada pada berhasilnya mengendalikan nafsu amarah, dengan berani untuk  meminta maaf dan saling memaafkan.

Tahun 1975 musik religi berganti gaya dengan ditandai lahirnya Nasida Ria, band qasidah modern pertama yang menggabungkan unsur tradisi musik arab (rebana/hadrah) ke dalam bungkusan musik populer. 

Nasida Ria mengubah wajah musik religi yang terkesan serius seperti rebana/hadrah menjadi sedikit lebih menghibur, ringan, dan mendayu. 

Tidak seperti bentuk musik gambus, samrah, hadrah,  yang masih lekat akan lirik berbahasa arab dan hanya menggunakan alat tradisi, Nasida Ria berhasil mengakulturasi musik modern dengan mengaplikasikan bahasa Indonesia kedalam liriknya. Alat musik modern yang digunakan seperti bass elektrik, keyboard, biola, dan gitar elektrik berpadu dengan alat tradisi rebana, darbuka dan tamborin.

Dengan lantunan lirik nasihat kepada sesama dan pujian terhadap tuhan, Nasida Ria tidak menghilangkan esensi qasidah. Sepertinya mereka juga cerdas dalam menggabungkan beat melayu deli atau biasa kita sebut dangdut ke dalam irama qasidah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline