Arka adalah seorang penjual barang antik yang hidupnya monoton. Setiap hari, ia menanti pembeli yang tak kunjung datang, ditemani debu dan aroma masa lalu yang menempel di setiap sudut tokonya. Hidupnya terasa datar, seperti sebuah rekaman usang yang diputar berulang-ulang.
Suatu sore, seorang pelanggan tua yang misterius datang. Rambutnya putih, matanya teduh, dan ia membawa sebuah kotak kayu kecil yang usang. Ia meminta Arka menjualnya dengan harga seikhlasnya.
"Ini sebuah jam saku," katanya, sambil membuka kotak itu. "Ia menyimpan rahasia yang tak bisa dijual dengan uang."
Jam itu terbuat dari perak, dengan ukiran bunga mawar yang rumit. Jarumnya tidak bergerak. Arka yang terbiasa dengan keanehan barang antik, mengangguk, dan memberinya uang seadanya. Pria tua itu tersenyum tipis, lalu pergi, meninggalkan jam dan misterinya.
Malam itu, saat Arka membersihkan jam tersebut, ia tak sengaja menekan tombol kecil di sampingnya. Seketika, semuanya membeku. Debu yang tadinya melayang di udara kini diam, tetesan air dari keran yang bocor membeku di tengah jalan, bahkan suara jangkrik pun sirna. Arka terkejut. Ia melihat ke sekelilingnya, dan dunia tampak seperti foto yang tak berwarna.
Ia mencoba menekan tombol itu lagi. Dan dalam sekejap, dunia kembali normal. Debu jatuh, air menetes, dan suara jangkrik kembali memenuhi malam.
Arka tidak bisa menahan rasa penasarannya. Ia mengulangi eksperimen itu berkali-kali. Ia belajar bagaimana mengendalikan jam tersebut. Ia bisa menghentikan waktu dan bergerak bebas di antara dunia yang membeku.
Awalnya, ia menggunakan jam itu untuk hal-hal sepele. Mengambil permen dari toples yang terkunci, membaca buku tanpa harus membayarnya, dan sesekali mengintip rahasia kecil orang lain. Dunia yang membeku adalah kanvas pribadinya, dan ia adalah satu-satunya pelukis.
Namun, perlahan-lahan, ia mulai merasa kesepian. Ia tidak bisa berbagi kegembiraannya dengan siapa pun. Ia melihat pasangan kekasih yang membeku dalam pelukan, anak-anak yang membeku dalam tawa, dan ia merasa seperti hantu yang bergentayangan di dunia yang penuh kehidupan, tetapi tanpa kehidupan yang nyata baginya.
Suatu hari, ia melihat seorang wanita muda, bernama Maya, yang sedang menangis di depan sebuah etalase toko. Wajahnya membeku dalam kesedihan, air mata yang meluncur di pipinya terhenti di tengah jalan. Arka merasa iba. Ia ingin menghibur wanita itu, tetapi ia tidak bisa menyentuhnya, tidak bisa berbicara dengannya. Ia hanya bisa melihat, tanpa bisa berbuat apa-apa.