Lihat ke Halaman Asli

Amanda AngelicaSuhandi

Mahasiswi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Sudah Optimalkah Program Pendidikan Gratis di Banten?

Diperbarui: 30 November 2020   15:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sudah Optimalkah Program Pendidikan Gratis di Banten?

Oleh: Amanda Angelica Suhandi

 Sejak diresmikan Peraturan Gubernur (PERGUB) Banten tentang Pendidikan Gratis Pada Sekolah Menengah Atas Negeri, Sekolah Menengah Kejuruan Negeri, dan Sekolah Khusus Negeri pada tanggal 3 Agustus 2018 perihal pendidikan gratis, menjadi angin segar bagi dunia pendidikan dan bagi masyarakat. Walaupun sebenarnya program ini bukan hal yang baru, ditengah kesusahan ini masyarakat berantusias dengan program tersebut tetapi jika dilihat kondisinya terlihat bahwa program ini memiliki segudang polemik dibelakangnya.   

Sudah biasa jika ada pro dan kontra terhadap kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah. Sikap pro dan kontra muncul atas diadakannya program ini, menimbulkan pertanyaan apakah pendidikan gratis ini sudah sangat matang perencanaan dan pelaksanaannya sehingga tidak akan menimbulkan polemik pendidikan di Banten kedepannya atau malah akan memperburuk keadaan dunia pendidikan di Banten.

Sikap Pro dari kalangan masyarakat mendukung pengadaan Pendidikan Gratis di Banten oleh Gubernur Banten, Wahidin Halim. Masyarakat menilai Pendidikan Gratis ini mampu membantu meningkatkan kuantitas anak-anak yang bersekolah, karena semua kalangan masyarakat dapat merasakan bangku sekolah sehingga tidak perlu pusing memikirkan biaya. Dengan diadakannya program pendidikan gratis ini, harapannya pendidikan di Indonesia akan semakin membaik kualitasnya dan akan meningkatkan kualitas SDM kedepannya.

Namun di sisi lain, kontra yang sangat jelas terlihat diawal perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan gratis ini. Datang dari Komisi V DPRD dan Dewan Pendidikan yang beranggapan bahwa program pendidikan gratis ini masih memiliki artian yang rancu di masyarakat. Masyarakat awam banyak beranggapan bahwa pendidikan gratis ini sama sekali tidak ada biaya sumbangan ataupun biaya lainnya kepada pihak sekolah. Meskipun demikian jika dilihat dari kondisi APBD tidak akan mampu mencukupi seluruh biaya pendidkan yang ada.

Seperti mengutip pernyataan dari politisi golkar ini, "Saya tidak setuju dengan program Pak Wahidin Halim, karena itu tidak akan menjadikan pendidikan berkualitas. Sekolah gratis akan menurunkan kualitas pendidikan. Pendidikan gratis bila ingin diterapkan harus dibikin grade. Ada yang gratis 100 persen. Ada yang sekian persen, ada yang bayar 100 persen. Bila menggunakan surat keterangan tidak mampu, itu harus diverifikasi langsung ke rumahnya,".

Dengan hanya mengandalkan dana APBD untuk BOSDA membuat banyak pihak bertanya-tanya apakah benar Pendidikan gratis yang dananya hanya bersumber pada dana BOS mampu meningkatkan kualitas Pendidikan yang ada? Atau malah memperburuk kualitas Pendidikan dikarenakan dana yang kurang, karena hanya turun satu tahun sekali dan terkadang dana bantuan tersebut tidak mampu memenuhi semua dana Pendidikan yang diperlukan.

Kebutuhan dana Pendidikan yang tidak terpenuhi sepenuhnya, tentunya hal tersebut akan sangat berdampak bagi kualitas pendidikan, seperti contohnya fasilitas infrastruktur yang tidak merata dan tidak memadai di seluruh sekolah-sekolah di Indonesia, Gaji guru honorer yang belum manusiawi, dan masih banyak hal lainnya yang perlu untuk diperbaiki terlebih dahulu serta ditingkatkan sebelum menerapkan program pendidikan gratis ini.  

Persoalan muncul melihat dari kondisi perencanaan pelaksanaan pendidikan gratis sekarang ini, seperti penganggaran BOSDA 2020 tidak sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 31 Tahun 2018. Hal itu lantaran penganggaran BOSDA tidak berdasarkan jumlah siswa, melainkan diperuntukan untuk gaji guru dan staf honorer. Hal ini dinilai, dalam penyusunan rencana kerja anggaran (RKA) hingga menjadi daftar isian pengguna anggaran (DIPA), BOSDA 2020 sudah menyalahi dari Pergub 31.

Bosda 2020 adalah bosda yang dapat dikatakan bosda liar, karena tidak sesuai dengan Pergub 31 tahun 2018. Pernyataan tersebut dikutip dari seorang akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Ikhsan Ahmad. Sumber website Top Media dengan penulis Feby Red.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline