Pendidikan dianggap sebagai salah satu jalan keluar untuk mengatasi kemiskinan dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat kurang mampu untuk meningkatkan kesejahteraan mereka melalui pekerjaan yang lebih baik. Meskipun demikian, penelitian menunjukkan bahwa akses masyarakat miskin terhadap pendidikan yang berkualitas masih kurang memadai.
Pendidikan juga merupakan faktor kunci dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Namun, di Indonesia, realitas pahit masih terjadi. Ketimpangan ekonomi yang mengakibatkan disparitas dalam akses dan kualitas pendidikan, terutama di kalangan masyarakat miskin. Fenomena ini menjadi fokus penelitian dan perdebatan yang tak kunjung selesai.
Mayoritas rumah tangga miskin memiliki tingkat pendidikan rendah, sesuai dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Maret 2021 yang menunjukkan bahwa rumah tangga miskin dengan latar belakang pendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah memiliki tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Secara rinci, persentase kemiskinan tertinggi terdapat pada rumah tangga miskin yang tidak tamat SD (29,86%) dan lulusan SD (37,74%), sementara persentase penduduk miskin lulusan SMP dan SMA masing-masing sebesar 15,05% dan 15,54%. Namun, persentase penduduk miskin dari golongan lulusan perguruan tinggi jauh lebih rendah, hanya sebesar 1,81%. Sebaliknya, persentase penduduk tidak miskin terbanyak adalah dari lulusan SMA (28,70%) dan lulusan SD (28,15%).
Akses Pendidikan Menjadi Batu Sandungan bagi Masyarakat Miskin
Di banyak daerah, akses pendidikan masih menjadi tantangan besar bagi masyarakat miskin. Faktor ekonomi menjadi penghalang utama yang menghambat anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk mengakses pendidikan yang layak. Biaya sekolah, termasuk biaya buku dan seragam, seringkali tidak terjangkau bagi mereka. Akibatnya, banyak anak miskin terpaksa putus sekolah atau bahkan tidak pernah bersekolah sama sekali.
Kualitas Pendidikan Sebagai Tuntutan untuk Meratakan Peluang
Selain akses, kualitas pendidikan juga menjadi perhatian utama. Masyarakat miskin seringkali mendapatkan pendidikan yang jauh dari standar yang diharapkan. Fasilitas pendidikan yang kurang memadai, kualitas pengajaran yang rendah, dan kurangnya dukungan dari pemerintah menjadi faktor-faktor yang memperburuk kondisi ini. Sebagai akibatnya, kesenjangan antara lulusan dari kalangan miskin dengan kalangan kaya semakin melebar.
Peran Pemerintah dan Masyarakat
Dalam mengatasi masalah ini, peran pemerintah dan masyarakat sangatlah penting. Pemerintah perlu meningkatkan alokasi anggaran untuk pendidikan dan mengarahkannya kepada mereka yang membutuhkan, serta menjamin akses pendidikan yang merata bagi semua lapisan masyarakat. Sementara itu, masyarakat juga harus terlibat aktif dalam memperjuangkan hak-hak pendidikan bagi anak-anak miskin, baik melalui aksi advokasi maupun dukungan langsung kepada mereka yang membutuhkan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kondisi Ketimpangan
1. Kurangnya Alokasi Anggaran Pendidikan
Kekurangan dana untuk pendidikan sering kali menghasilkan fasilitas pendidikan yang kurang memadai dan standar pengajaran yang rendah, terutama di wilayah-wilayah yang ekonominya kurang berkembang.
2. Biaya Pendidikan yang Tidak Terjangkau
Biaya sekolah, buku, dan seragam yang tinggi menjadi penghalang utama bagi anak-anak dari keluarga miskin untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
3. Kurangnya Infrastruktur Pendidikan
Di banyak wilayah, terutama di pedesaan, masih terdapat kekurangan infrastruktur pendidikan yang memadai, seperti ketersediaan ruang kelas yang sesuai standar, fasilitas sanitasi yang memadai, dan akses transportasi yang memadai.
4. Kurangnya Kualitas Pengajaran
Kurangnya kualifikasi dan motivasi guru, serta kurangnya pelatihan yang memadai bagi tenaga pendidik di daerah-daerah terpencil, dapat memengaruhi kualitas pengajaran dan pembelajaran.