Lihat ke Halaman Asli

Menjemput Kemajuan: Pendidikan Kontemporer sebagai Lompatan baru Peradaban

Diperbarui: 13 Oktober 2025   06:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Syaykh AS Panji Gumilang, S.Sos., MP (Dokumen Panitia Al-Zaytun)

Menjemput Kemajuan: Pendidikan Kontemporer sebagai Lompatan Baru Peradaban

Oleh Ali Aminulloh

Dari Tradisional ke Kontemporer: Menjemput, Bukan Mengejar

"Pendidikan kontemporer bukan tentang mengejar ketertinggalan, tetapi menjemput kemajuan." Kalimat ini meluncur tenang namun tegas dari Syaykh Al-Zaytun, AS Panji Gumilang, di hadapan ratusan pelaku didik, guru, dosen, dan santri dalam Pelatihan Pelaku Didik pada 21 September 2025. Dengan cara bertutur yang khas --- jernih, reflektif, dan penuh makna --- Syaykh menggambarkan evolusi pendidikan dari tradisional, modern, hingga kontemporer.

Menurut beliau, pendidikan tradisional bersandar penuh pada guru. "Kurikulumnya terserah guru, tempatnya terserah guru," ujarnya. Dari sinilah muncul pepatah Jawa guru digugu lan ditiru --- guru harus selalu benar dan siap. Namun dalam sistem seperti itu, pelajar hanya dituntut menghafal tanpa harus memahami.

Sementara itu, pendidikan modern mulai tertata dengan kurikulum rapi dan fasilitas lengkap. Negara dan swasta menyelenggarakan pendidikan dengan sistem ujian nasional. Tapi di balik keteraturan itu, masih tersimpan kelemahan: siswa menjadi produk sistem, bukan subjek pencipta. "Modern memang rapi, tapi tidak menjemput masa depan," kata Syaykh.

Barulah muncul pendidikan kontemporer --- pendidikan yang berani melompat, bukan berjalan di tempat. Pendidikan ini menuntun manusia untuk menjemput kemajuan, bukan mengejar ketertinggalan. Perbedaan istilah itu bukan soal bahasa, tetapi soal mentalitas bangsa. Mengejar berarti selalu tertinggal, sedangkan menjemput adalah gerak proaktif menuju masa depan.

"Kalau kita terus memakai bahasa 'mengejar ketertinggalan', maka bangsa ini akan terus berlari di belakang. Mari ubah menjadi 'menjemput kemajuan'. Itulah logika pendidikan kontemporer," seru beliau, disambut tepuk tangan hangat para peserta.

Kesadaran Filosofis, Ekologis, dan Sosial: Tiga Pilar Pendidikan Abad 21

Dalam uraian Syaykh Panji Gumilang, pendidikan kontemporer tidak berhenti pada perubahan metode, tetapi menuntut perubahan kesadaran. Ada tiga kesadaran utama yang menjadi pondasinya: filosofis, ekologis, dan sosial.

Pertama, kesadaran filosofis. Pendidikan bukan sekadar hafalan, melainkan pencarian makna. Setiap pelaku didik harus berani bertanya: mengapa, bagaimana, dan untuk apa. Dari situ lahir daya berpikir kritis dan kepekaan moral. "Kalau mahasiswa agronomi, tanyakan: mengapa harus pertanian? Bagaimana pelaksanaannya? Untuk apa hasilnya?" ujar beliau. Bertanya adalah bagian dari berpikir, dan berpikir adalah langkah awal menuju kemajuan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline