Pendapatan Per Kapita Naik, Pajak Rakyat Turun: Antara Janji Politik dan Realitas Ekonomi
Pendahuluan
Belakangan muncul wacana bahwa pendapatan per kapita Indonesia akan terus naik, sementara pajak rakyat diturunkan bagus ide ini tapi seperti apa konsekuensi hari ini dan jugak kedepannya dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagi banyak orang, ini terdengar seperti kabar baik: rakyat lebih sejahtera, beban berkurang. Namun, bagaimana realitasnya jika ditinjau dari data dan teori ekonomi?
1. Data Pendapatan Per Kapita
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2024), pendapatan per kapita Indonesia mencapai Rp 78,62 juta per tahun (US$ 4.960,33), naik dari Rp 71,45 juta pada 2023.
Namun, kenaikan ini tidak serta merta menandakan pemerataan kesejahteraan. Gini Ratio Indonesia tahun 2024 tercatat 0,387, menunjukkan ketimpangan masih cukup lebar.
2. Pajak Rakyat Diturunkan: Apa Maknanya?
Pernyataan soal "penurunan pajak rakyat" biasanya merujuk pada insentif atau kebijakan keringanan tertentu, bukan penghapusan. Beberapa contoh:
Insentif PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi karyawan berpenghasilan tertentu.
Tarif pajak UMKM diturunkan menjadi 0,5% dari omzet.
Ekstensifikasi pajak: memperluas basis, misalnya ekonomi digital, tanpa menambah beban bagi yang sudah patuh.
Menurut pernyataan Menkeu, setiap kenaikan 0,5% pertumbuhan ekonomi berpotensi menambah penerimaan pajak Rp 100 triliun, sehingga ruang untuk memberi keringanan rakyat tetap ada.