Lihat ke Halaman Asli

Alhawaris

Bontang, Kalimantan Timur, Indonesia

Kekhawatiran Dibalik Tenarnya "Akar Bajakah"

Diperbarui: 16 Agustus 2019   00:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Batang Tanaman Akar Bajakah/Kompas TV

Beberapa waktu lalu, nama Indoensia kembali harum di kancah internasional dengan perolehan medali emas putra-putri terbaiknya asal tanah Borneo (Kalimantan) pada ajang World Invention Creativity Olympic (WICO) yang dilaksanakan di Seoul, Korea Selatan.

Ketiga remaja siswa-siswi SMAN 2 Kota Palangka Raya tersebut berhasil memperkenalkan kepada dunia salah satu tanaman endemik Borneo, yaitu Akar Bajakah sebagai obat anti kanker melalui serangkaian proses penelitian.

Media pun mulai melirik, mencari tahu, dan meliput eksistensi tanaman Akar Bajakah yang tumbuh liar di hutan Borneo. Dalam beberapa hari saja, nama Akar Bajakah pun menjadi tenar, tak kalah tenar dengan sederet artis-artis ibu kota penghias layar kaca. Nama Pulau Borneo pun kembali menjadi sorotan, turut menghiasi wacana pemindahan ibu kota negara Indonesia di pulau zamrud khatulistiwa tersebut.

Sebagaimana artikel yang pernah ditulis sebelumnya di laman kompasiana.com dengan judul "Potensi Tanaman Endemik Borneo Berkhasiat Obat Anti Kanker". Sebagai Pulau terbesar di Nusantara yang dimiliki oleh tiga negara (Indonesia, Malaysia, dan Brunai Darussalam), limpahan anugrah Tuhan sungguh tercurah di Pulau Borneo. Berbagai kekayaan alam, mulai dari pertambangan, kekayaan laut, keanekaragaman flora dan fauna ada di Pulau Borneo, termasuk di dalamnya adalah tanaman-tanaman berkhasiat obat anti kanker.

Dalam laman borneodiversity.org, setidaknya dilaporkan terdapat 1497 jenis pohon, 276 jenis kayu, dan 233 jenis tanaman obat yang terdapat di pulau Borneo. Sejak sekian lama, semua tanaman tersebut telah dijaga, dilestarikan dan diambil secukupnya oleh penduduk asli Pulau Borneo untuk diambil manfaatnya.

Tenarnya nama Akar Bajakah mulai menimbulkan kekhawatiran sendiri di kalangan generasi penerus di Pulau Borneo. Tanaman yang semulanya digunakan untuk seperlunya saja dan dijaga agar tetap lestari dirasa mulai menghadapi ancaman. Kasus kanker yang memang dilaporkan oleh WHO telah banyak merenggut nyawa menuntut berbagai pihak untuk mencari solusi mengatasi penyakit tersebut. Salah satunya dengan mencari dan mengkonsumsi tanaman yang dianggap berpotensi mengobati penyakit mematikan tersebut.

Setelah diperkenalkan secara massif dalam beberapa hari ini dari berbagi media, tanaman Akar Bajakah mulai menjadi target sasaran dalam mengobati kanker. Lapak-lapak yang digelar di media sosial mulai menjadikannya komoditas baru sebagai peraup pundi-pundi rupiah. Tidak sedikit juga yang memesannya meski dengan kisaran harga yang relatif tinggi untuk beberapa potongan tanaman tersebut.

Entah, apakah tanaman yang dijual tersebut benar-benar Akar Bajakah atau tidak. Sebab, banyak juga tanaman dengan nama yang sama namun berbeda karakteristik dan kandungannya tumbuh di hutan Borneo. Termasuk juga tanaman yang mirip penampakannya dengan Akar Bajakah, namun memiliki nama yang lain. Para pengguna memang perlu memperhatikannya dengan baik agar tidak merugi dua kali.

Di sisi lainnya, bukan hal yang mustahil, kebutuhan yang tinggi akan tanaman Akar Bajakah tersebut justru berpotensi memunculkan tindakan eksploitasi dalam kuantitas yang relatif besar. Kekhawatiran pun semakin menggerogoti fikiran anak-anak Pulau Borneo. Pengambilan tanaman dalam jumlah yang besar apabila tidak diikuti dengan kesadaran akan kelestarian, maka tidak menutup kemungkinan tanaman Akar Bajakah jumlahnya akan semakin berkurang dan sulit diperoleh dalam beberapa waktu ke depan. Tanaman Akar Bajakah yang sebelumnya lestari dengan subur di tanah Borneo bisa jadi dalam beberapa tahun ke depan hanya tinggal cerita.

Tidak hanya Akar Bajakah saja, tanaman-tanaman endemik Borneo berkhasiat obat yang sepatutnya menjadi bahan kajian dan kekayaan intelektual anak negeri yang seharusnya dijaga, dilestarikan, maupun dibudidayakan hingga akhir zaman untuk generasi-generasi penerus selanjutnya justru bisa terancam eksistensinya jika nafsu pembalakan lebih diutamakan tanpa diikuti tindakan pelestarian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline