Lihat ke Halaman Asli

Alfred Benediktus

TERVERIFIKASI

Menjangkau Sesama dengan Buku

Paket Stimulus Ekonomi: Harapan dan Tantangan Menuju Pemulihan yang Berkelanjutan

Diperbarui: 6 Juni 2025   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(olahan GemAIBot, dokpri)

Paket Stimulus Ekonomi: Harapan dan Tantangan Menuju Pemulihan yang Berkelanjutan

Pada tanggal 5 Juni 2025, pemerintah Indonesia secara resmi meluncurkan paket stimulus ekonomi senilai Rp24,44 triliun yang diperuntukkan selama bulan Juni hingga Juli 2025. Langkah ini merupakan bagian dari strategi ketiga di tahun yang sama, yang bertujuan untuk mengangkat kembali daya beli masyarakat dan menjaga laju pertumbuhan ekonomi di tengah perlambatan ekonomi global yang semakin kompleks dan tidak menentu.

Kebijakan ini menunjukkan adanya kepedulian pemerintah terhadap kondisi rakyatnya, khususnya mereka yang paling rentan terdampak, sekaligus sebagai upaya menstabilkan perekonomian nasional dari tekanan eksternal dan internal. Meski demikian, di balik niat baik tersebut, muncul berbagai pertanyaan kritis mengenai efektivitas, keberlanjutan, dan keadilan dari langkah stimulus ini. Sejauh mana manfaatnya dirasakan, dan apakah kebijakan ini cukup mampu mengatasi masalah struktural yang selama ini membelenggu perekonomian Indonesia?

Dalam tulisan ini, kita akan mencoba menimbang secara adil dan komprehensif, antara apresiasi terhadap langkah pemerintah dan kritik yang membangun demi penyempurnaan di masa mendatang.

Mengapresiasi Inisiatif Pemerintah dalam Melayani Rakyat di Tengah Krisis

Tak bisa disangkal, kebijakan stimulus ini mencerminkan sebuah niat tulus dari pemerintah untuk membantu rakyatnya melewati masa sulit. Dengan anggaran yang cukup besar, target utama dari program ini adalah kelompok masyarakat berpenghasilan rendah yang paling rentan terhadap guncangan ekonomi.

Salah satu poin positif yang patut diapresiasi adalah bantuan sosial dan pangan yang langsung menyentuh kebutuhan dasar. Pemerintah menyediakan tambahan Rp200.000 per bulan dan 10 kilogram beras per bulan selama dua bulan bagi 18,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Program ini diharapkan mampu membantu keluarga memenuhi kebutuhan pokok mereka, sehingga ketahanan pangan tetap terjaga di tengah ketidakpastian ekonomi global yang sedang berlangsung.

Selain itu, adanya Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp300.000 per bulan selama dua bulan untuk sekitar 17,3 juta pekerja bergaji di bawah Rp3,5 juta, termasuk 565.000 guru honorer, merupakan langkah nyata untuk meningkatkan daya beli masyarakat pekerja informal dan tenaga honorer yang sering kali tidak memiliki perlindungan sosial yang memadai.

Kebijakan ini diharapkan mampu memberi angin segar di tengah tekanan ekonomi dan menjaga stabilitas pendapatan rumah tangga. Di bidang transportasi, pemerintah memberikan diskon yang cukup menarik, mulai dari potongan 30% untuk tiket kereta, 50% untuk angkutan laut, hingga 20% untuk tarif tol, serta potongan PPN 6% untuk tiket pesawat.

Semua langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah berupaya menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat agar mereka tetap mampu menjalani aktivitas sehari-hari tanpa beban biaya yang berlebihan. Secara keseluruhan, kebijakan ini mengandung niat baik dan menunjukkan adanya tanggung jawab sosial dari pemerintah terhadap rakyatnya di masa krisis.

Kritik Konstruktif: Menyoroti Kelemahan dan Tantangan dalam Implementasi

Namun, di balik semua apresiasi tersebut, terdapat sejumlah celah dan tantangan yang harus diatasi agar manfaat stimulus ini benar-benar dirasakan secara merata dan efektif. Salah satu kritik utama menyangkut keputusan pemerintah untuk membatalkan diskon listrik bagi 79,3 juta rumah tangga dengan daya 1.300 VA ke bawah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline