Makna "aura" sudah bergeser jauh. Dulu orang menautkannya ke energi spiritual yang halus.
Di ranah digital, aura berubah jadi modal sosial baru. Ia berfungsi sebagai penanda gaya dan karisma. Juga kesan pertama yang terpancar saat orang melihat kita.
Sederhananya, aura terasa seperti poin tak terlihat yang mengukur level "keren". Times of India (2025) menulis hal serupa.
Semakin tinggi auranya, semakin berharga posisi sosial seseorang, bahkan tanpa prestasi mencolok.
Bedakan dengan kharisma romantis atau rizz. Aura yang dibicarakan di sini lebih mirip "energi dingin" yang langsung dirasa.
Sumbernya tatapan, postur, dan cara hadir di ruang publik. Semuanya lahir dari kurasi diri yang sengaja. Berupa pakaian, ekspresi, pilihan aktivitas, termasuk apa yang sengaja tidak dibagikan.
Dari situlah muncul istilah aura farming, yaitu memanen aura secara sadar.
Istilah farming diambil dari dunia gim daring. Di sana pemain mengulang tindakan untuk mengumpulkan sumber daya.
Di konteks ini, yang dihimpun adalah citra keren yang terlihat tanpa usaha. Hasilnya adalah kesan dingin, misterius, bahkan sinematis.
South China Morning Post (2025) menyebutnya "optics of cool". Seseorang tampil santai, unbothered, tenang. Padahal setiap detail sudah diperhitungkan.
Targetnya sederhana: terlihat tidak sedang berusaha. Di situlah letak ironinya.