Koperasi Merah Putih berpotensi mengulang kesalahan KUD jika tidak diperbaiki dalam hal tata kelola.
Pernah dengar tentang Koperasi Unit Desa (KUD)? KUD dulu jadi harapan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan desa. Koperasi ini dibentuk untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja di desa.
Namun, kenyataannya KUD gagal karena masalah tata kelola. Kini, muncul Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Tujuannya sama. Menciptakan lapangan kerja bagi sarjana dan pensiunan yang menganggur.
Tapi apa kita bisa menghindari kegagalan yang sama?
Mimpi Lapangan Kerja vs. Bayang-Bayang Kegagalan KUD
Ketika pemerintah mengumumkan rencana Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, respons masyarakat campur aduk. Ada optimisme tentang penciptaan lapangan kerja baru. Terutama bagi sarjana menganggur dan pensiunan.
Menteri Desa Yandri Susanto mengatakan koperasi ini akan bergerak di berbagai bidang usaha. Antara lain sembako, simpan pinjam, klinik, apotek, pergudangan, hingga logistik. Harapan besar digantungkan pada koperasi ini.
Namun, saat membicarakan koperasi, kita tak bisa melupakan KUD. KUD bertujuan mulia. Menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan desa. Sayangnya, banyak KUD yang gagal.
Penyebab utama kegagalan bukan faktor eksternal, tapi tata kelola yang buruk dan minimnya partisipasi anggota. KUD dibentuk top-down, diatur pemerintah dari pemilihan pengurus hingga pembiayaan.
Akibatnya, banyak koperasi yang tidak melibatkan masyarakat desa. Ketika dukungan pemerintah berkurang, KUD pun ambruk.
Koperasi Merah Putih, meski baru direncanakan, sudah mirip dengan KUD. Terutama dalam hal pengelolaan dana besar. Koperasi ini akan mendapat dana Rp 400 triliun dan target 80.000 koperasi dalam waktu singkat.