Analisis Artikel: "Papua dan Pengabaian 'Nexus' Konflik-Pembangunan" oleh Vidhyandika D. Perkasa
Artikel ini mengangkat persoalan yang sangat krusial terkait hubungan erat (nexus) antara konflik dan pembangunan di Papua, khususnya melalui studi kasus di Kabupaten Jayawijaya. Penulis menunjukkan bahwa pembangunan tidak bisa dilepaskan dari konflik yang telah lama mengakar, dan bahwa konflik di Papua justru tumbuh dari ketimpangan struktural, terutama yang dirasakan oleh Orang Asli Papua (OAP).
1. Konflik sebagai Akibat Ketimpangan dan Pengabaian
Penulis menyoroti bahwa konflik yang terjadi di Papua bukan semata soal ketidakpuasan ekonomi, tetapi juga sebagai respons terhadap ketidakadilan historis dan struktural yang dialami OAP. Ketimpangan yang terjadi bukan hanya soal kebijakan pembangunan yang kurang tepat sasaran, tetapi lebih dalam lagi menyangkut ekonomi politik yang destruktif di mana kekuasaan politik kerap menjadi alat untuk merampas hak-hak ekonomi dan sosial OAP.
2. Aspek Politik: Akar Konflik dan Kekerasan Turun-temurun
Empat dimensi politik destruktif diuraikan secara sistematis:
Pertama, persoalan sejarah integrasi Papua ke Indonesia yang belum selesai secara batin dan politik di masyarakat Papua.
Kedua, pelanggaran HAM yang belum diselesaikan secara adil, menciptakan trauma kolektif dan dendam antar-generasi.
Ketiga, marjinalisasi politik dan ekonomi, terutama perampasan tanah, eksploitasi sumber daya alam, dan representasi OAP yang terbatas dalam kebijakan pembangunan.
Keempat, politik lokal yang diwarnai konflik kepentingan dan friksi antarsuku yang justru memperkeruh pemerintahan daerah.