Lihat ke Halaman Asli

Agustina Purwantini

TERVERIFIKASI

Kerja di dunia penerbitan dan dunia lain yang terkait dengan aktivitas tulis-menulis

Saya Benci Ucapan "Mohon Maaf Lahir Batin" Hasil Terusan

Diperbarui: 13 Mei 2021   23:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi

Yup! Saya to the point saja pada judul di atas. Saya memang sungguh-sungguh benci bila menerima pesan tertulis via WA, yang isinya meminta maaf/mohon maaf lahir batin, tetapi hasil "Diteruskan".

Maksudnya, pesan yang saya terima bukanlah hasil ketikan (apalagi buah pikiran) si pengirim pesan, melainkan ia comot dari pesan orang lain, kemudian dikirimkan ke saya mentah-mentah tanpa diolah secuil kata pun.

Saya tidak bersikap suuzon. Namun, jelaslah itu mentah-mentah sebab saya melihat tanda panah yang menunjukkan itu hasil terusan. Mendingan copas. Kalau copas 'kan malah tak ada tanda panahnya. Kalau isi pesannya unik dan keren, bisa-bisa saya malah menyangka kalau itu bukan hasil copas.

Mengapa saya benci ucapan permohonan maaf (meskipun permohonan maaf dalam rangka ucapan Idulfitri)  hasil "Diteruskan"? Karena menurut pemikiran saya,  hal demikian mengesankan bahwa si pengirimnya kurang serius dalam memberikan ucapan mohon maaf lahir batin.

Jadi, pesan yang dikirimkan terkesan sebagai pesan sambil lalu. Cuma nyomot ucapan dari internet. Demi kepentingan formalitas belaka. Tidak ada upaya sedikit pun untuk menyunting, padahal dengan sedikit usaha menyunting pun sudah dapat memberikan hasil beda.  

Lhah? Minta maafnya itu serius atau tidak? Ucapan Idulfitrinya itu sungguh-sungguh atau tidak? Pikiran saya 'kan malah suuuzon begini jadinya.

Bagi saya, kalau merasa lelah dan tak sanggup menyusun kalimat sendiri, tidak usah repot-repot memaksakan diri begitu. Tak perlu mengeksiskan diri melalui kirim-kirim ucapan mohon maaf lahir batin segala.

Atau, kalau hasrat eksis demikin membuncah, pilih saja opsi copas. Hindari "meneruskan" pesan ucapan. Pokoknya jangan main vulgar seperti kirim-kirim pesan yang "diteruskan".

Perlu diketahui bahwa respons saya terhadap modelan pesan ucapan "diteruskan" itu tetap sopan meskipun diliputi rasa benci. Namun, ya sangat pendek, yaitu "idem, ya". Atau, sekadar emoticon senyum. Begitu saja.

Jadi, Kompasianer sekalian jangan membayangkan kalau respons saya bakalan mencak-mencak emosional. Oh, tidak. Saya memilih bersikap elegan, dong. Hehehe ....

O, ya. Kebencian saya tersebut berangkat dari pemahaman bahwa permohonan maaf merupakan upaya untuk menghapus bekas luka di hati. Jadi, seformalitas apa pun maksud pengiriman ucapannya, hambokyao jangan dengan cara "Diteruskan".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline