Bab 8: Misi ke Benteng Van der Kraan
Sebelum lanjut, sudah baca Prolog, Bab 1, Bab 2, Bab 3 , Bab 4, Bab 5, Bab 6, dan Bab 7 belum?
Kabar bahwa Angin, atau Putri Gayatri, adalah anak kandung Pangeran Wirasakti yang selamat menyebar dengan cepat di antara lingkaran kecil penghuni Gua Langit. Reaksi yang muncul beragam. Tanah, dengan kesederhanaan hatinya, turut merasakan kebahagiaan sekaligus beban yang kini diemban gadis periang itu. Tirta, sang filsuf lautan, hanya mengangguk dalam diam, seolah telah menduga ada takdir besar di balik setiap pertemuan aneh mereka. Api, di sisi lain, menunjukkan sikap yang lebih kompleks. Ada secercah rasa hormat yang tak biasa pada Angin, namun juga terselip sedikit sinisme, seolah status baru itu akan mengubah segalanya, mungkin merenggangkan ikatan rapuh yang baru mulai terbentuk di antara mereka sebagai sesama "orang aneh".
Pangeran Wirasakti sendiri tampak menemukan semangat baru. Kehadiran putrinya yang hilang seolah menyuntikkan kembali harapan di tengah keputusasaan. Namun, penemuan simbol kabut hitam juga menjadi pengingat brutal bahwa musuh mereka tak hanya kuat, tapi juga licik dan mungkin telah menyusup lebih dalam dari yang diperkirakan. Ada kebutuhan mendesak untuk bertindak, untuk menunjukkan bahwa mereka tidak akan gentar.
"Kapten Willem van der Kraan," ujar Wirasakti dalam sebuah pertemuan tegang di ruang utama Gua Langit beberapa hari kemudian, peta kasar wilayah Priangan terbentang di atas meja batu. "Dia adalah otak di balik banyak kekejaman VOC. Intelijen kita mengindikasikan salah satu pusat logistik dan gudang mesiu pentingnya berada di Benteng Cimahi. Jika kita bisa melumpuhkannya, itu akan menjadi pukulan telak bagi operasi mereka di wilayah ini."
Mata sang Pangeran menyapu keempat anak muda di hadapannya. "Ini akan menjadi misi pertama kalian sebagai satu tim. Berbahaya, dan kemungkinan gagal selalu ada. Tapi kita harus mengambil risiko itu."
Benteng Cimahi. Nama itu saja sudah cukup untuk menimbulkan getaran khawatir. Sebuah benteng VOC yang terkenal kokoh dan dijaga ketat.
"Bagaimana kita bisa masuk?" tanya Tanah, suaranya pelan namun praktis.
Wirasakti menunjuk beberapa titik di peta. "Benteng itu memiliki beberapa kelemahan jika kita cermat. Kita akan menyusup, bukan menyerang secara frontal."
Rencana pun mulai disusun, setiap anggota tim mendapatkan peran sesuai kekuatan unik mereka. "Angin," kata Wirasakti, menatap putrinya dengan campuran kebanggaan dan kekhawatiran. "Kau akan menjadi mata kita dari langit. Kau terbang tanpa suara, petakan patroli mereka, cari titik lengah, dan laporkan kembali." Angin, yang masih mencoba membiasakan diri dengan identitas barunya dan tatapan berbeda dari sang ayah, mengangguk tegas. "Aku mengerti, Ayah... maksudku, Pangeran."
"Tirta," lanjut Wirasakti. "Benteng itu dialiri oleh beberapa saluran air dan gorong-gorong bawah tanah yang terhubung ke sungai di dekatnya. Kau bisa memanfaatkannya untuk menyusup atau menciptakan kekacauan dari dalam. Misi utamamu adalah memastikan jalur pelarian kita aman, mungkin dengan membanjiri beberapa bagian jika diperlukan." Tirta mengangguk sekali, matanya yang dalam memancarkan keseriusan.