Lihat ke Halaman Asli

Adnan Abdullah

Seorang pembaca dan penulis aktif

Dalam Politik Tidak Ada Kawan dan Lawan yang Abadi

Diperbarui: 27 Juli 2019   07:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : Megawati dan Prabowo (Sumber : Grandyos Zafna/Detik.com)

Bulan ini media massa diramaikan dengan berita mengenai serangkaian pertemuan para elit politik negeri ini. Diawali dengan pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Prabowo Subianto di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta pada tanggal 13 Juli 2019, lalu diikuti dengan kunjungan Prabowo Subianto ke kediaman Megawati Soekarno Putri di Jalan Teuku Umar, Jakarta pada tanggal 24 Juli 2019.

Pertemuan ketiga elit politik sebagai bagian dari rekonsiliasi politik pasca Pemilu  tersebut ternyata tidak sepenuhnya diterima oleh sebagian pendukung kedua belah pihak. 

Salah satu kelompok pendukung Prabowo-Sandi, Persaudaraan Alumni 212 mengungkapkan kekecewaannya dan menyatakan tidak lagi mendukung Prabowo, sementara empat parpol anggota koalisi pendukung  Jokowi-Maruf Amin juga nampak enggan menerima kemungkinan bergabungnya Prabowo Subianto dan partainya dalam koalisi pemerintah.    

Pertemuan ketiga elit politik tersebut sebenarnya adalah hal yang lumrah dan  jamak dalam dunia politik. Bukankah tujuan berpolitik adalah untuk kepentingan kekuasaan?  

Perdana Menteri Inggris pada abad ke-19 Henry Palmerston pernah berkata, dalam politik tidak ada kawan dan lawan yang abadi karena yang abadi hanyalah kepentingan. Oleh karena itu, jika ingin tetap eksis dalam dunia politik, kita harus fleksibel. 

Jangan lupa, Megawati dan Prabowo pernah berpasangan sebagai capres-cawapres dalam Pilpres, lalu berkoalisi untuk mendukung Jokowi dan Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta. 

Kontestasi Pilpres dan Pileg yang baru saja berlalu sangat keras dan panas, bukan hanya menguras tenaga dan dana para kontestan, tapi juga menimbulkan polarisasi diantara pendukung kedua capres yang mengancam demokrasi dan keutuhan bangsa. Kontestasi dan persaingan telah usai, maka saatnya untuk melakukan rekonsiliasi dan bersatu kembali sebagai bangsa. Dalam sistem politk presidensil yang kita anut pun tidak mengenal koalisi dan oposisi.

Kita tidak akan bisa membangun negeri ini di tengah pertikaian dan pemusuhan yang berlarut-larut, bangsa ini hanya bisa membangun dan maju dalam suasana politik yang kondusif.  




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline