Menyediakan jalan khusus adalah komitmen perusahaan untuk mengatasi berbagai persoalan di Jambi. Mulai dari kerusakan jalan umum yang terus menggerus dana pemerintahan untuk perbaikan jalan, kecelakaan yang memakan ratusan korban jiwa, dan berbagai dampak ekonomi serta sosialnya. Permasalahan kemacetan lalu lintas yang signifikan akibat meningkatnya aktivitas truk pengangkut batu bara, terutama di jalan nasional dan provinsi yang tidak dirancang untuk kendaraan berat dengan frekuensi tinggi. Permasalahan tersebut menimbulkan berbagai dampak seperti kemacetan parah, kerusakan infrastruktur, serta membahayakan keselamatan publik (kecelakaan lalu lintas) dan pencemaran lingkungan. Jalur yang digunakan oleh truk-truk tersebut pada dasarnya merupakan fasilitas umum yang seharusnya digunakan untuk mendukung mobilitas masyarakat secara luas, namun dalam praktiknya telah didominasi oleh kendaraan angkutan tambang.
Permasalahan kemacetan ini sudah sering terjadi di provinsi Jambi, bahkan hampir setiap hari mengalami kemacetan di jembatan Aur Duri Jambi, banyak masyarakat yang mengeluh akibat kemacetan ini, bukannya masalah kemacetan ini mereda tetapi malah semakin marak terjadinya kemacetan di provinsi Jambi. Masyarakat membuka suara karena sudah muak dengan kemacetan ini bahwa pemerintahan dan perusahaan kurang bertindak tegas dalam menangani masalah ini, meskipun ada upaya regulasi oleh pemerintah seperti pembatasan jam operasional truk. Menurut data dari Dinas Perhubungan Provinsi Jambi, setiap hari setidaknya ada 12.123 truk angkutan batu bara yang beroperasi, menyebabkan kemacetan hampir setiap hari sepanjang 223 km dari Sarolangun, Tembesi, Kota Jambi hingga Pelabuhan Talang Duku. Hal ini tidak hanya mengganggu arus lalu lintas, tetapi juga mempercepat degradasi infrastruktur jalan, di mana biaya perbaikan mencapai miliaran rupiah setiap tahun dari anggaran daerah.
Permasalahan ini tidak berdiri sendiri sebagai isu teknis transportasi, melainkan berkaitan erat dengan hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak atas mobilitas, serta hak atas keamanan dan kenyamanan publik. Permasalahan utama terletak pada lalu lintas yang padat yang sering kali terhenti total yang dilalui oleh truk batu bara setiap harinya. Seperti yang baru-baru terjadi kemarin, ada massa unjuk rasa dari masyarakat provinsi Jambi terkait penolakan pembangunan stockpile batu bara milik PT. SAS, masyarakat kelurahan Aur Kenali, kecamatan Telanaipura, kota Jambi memblokir jalan raya, warga menduduki jalan dan membentangkan karton berisikan tuntutan mereka. Warga meminta Gubernur Jambi Al Haris menemui mereka untuk memberikan penjelasan. Aksi ini membuat jalan nasional yang mengarah ke Muaro Jambi dan akses Jambi-Riau itu lumpuh, Sejumlah kendaraan terpaksa putar balik mencari jalan alternatif.
Situasi ini telah berdampak langsung pada:
1. Terhambatnya akses masyarakat terhadap fasilitas layanan dasar seperti rumah sakit dan sekolah.
2. Peningkatan polusi udara dan suara.
3. Ancaman keselamatan bagi pengguna jalan lain, termasuk pejalan kaki dan pengendara roda dua.
4. Terganggunya aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat.
Dalam aksi tersebut, ratusan warga dari Kelurahan Aur Kenali dan Desa Mendalo Darat, didukung oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jambi dan Barisan Perjuangan Rakyat (BPR), mendirikan tenda di atas badan Jalan Nasional Lintas Timur Sumatera, menyebabkan kemacetan mengular hingga belasan kilometer. Mereka menolak pembangunan stockpile dan jalan khusus batu bara oleh PT Sinar Anugerah Sukses (PT SAS), anak perusahaan RMKE Group, karena lokasi tersebut berada di zona pemukiman padat, bertentangan dengan Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 5 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Direktur WALHI Jambi, Oscar Anugrah, menegaskan bahwa proyek ini melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya pasal 65 dan 67 yang menjamin hak warga atas lingkungan sehat. Warga khawatir debu batu bara akan mencemari udara, air, dan tanah, serta mengancam sumber air bersih dari intake PDAM yang berjarak hanya 800 meter dari lokasi. Sejarah penolakan ini sudah berlangsung sejak 2023, dengan berbagai aksi seperti pemasangan spanduk dan pengaduan ke DPRD Kota Jambi, namun hingga 2025 masih belum terselesaikan.
Selama ini, upaya pemerintah seperti larangan truk batu bara melintas jalan nasional sejak Januari 2024 dan pengalihan ke jalur Sungai Batanghari belum sepenuhnya efektif, karena sering kali truk kembali merajalela, menyebabkan kemacetan panjang hingga 15-20 kilometer. Gubernur Al Haris telah mengeluarkan instruksi untuk membangun jalan khusus sepanjang 340 km, namun terhambat oleh pembebasan lahan dan komitmen investor. Selain itu, rencana jalur kereta api jangka panjang diusulkan oleh calon gubernur Romi untuk mengurangi beban jalan darat. Namun, kecelakaan tongkang batu bara di sungai mencapai 12 kali sejak Desember 2023 hingga Mei 2025, menambah risiko lingkungan.
Dari sisi ekonomi, aktivitas pertambangan batu bara di Jambi memang berkontribusi signifikan, dengan 94 perusahaan aktif di tujuh kabupaten seperti Batanghari dan Bungo, luas tambang 10.332 hektar, dan ekspor mencapai 12,03% dari total ekspor provinsi pada 2022. Namun, dampak negatifnya melebihi manfaat bagi masyarakat lokal. Kemacetan akibat truk over dimension loading (ODOL) tidak hanya merusak jalan, tapi juga memicu inflasi melalui kenaikan harga bahan pokok seperti cabai, bawang, dan beras, serta kelangkaan BBM di Sarolangun. Penelitian di Muaro Jambi periode 2007-2023 menunjukkan peningkatan polusi udara, air, dan tanah, serta kecelakaan lalu lintas yang memakan korban jiwa. Bahkan, ada kasus pasien meninggal karena ambulans terjebak kemacetan, dan warga marah hingga memecahkan kaca truk pada September 2024.
Masalah kemacetan akibat angkutan truk batu bara di Jambi merupakan cermin dari gagalnya keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan penghormatan terhadap hak-hak dasar warga negara. Pemerintah memiliki kewajiban konstitusional dan hukum untuk bertindak cepat, tegas, dan berkeadilan dalam menjamin hak atas mobilitas, keselamatan, dan lingkungan hidup yang sehat.
Masyarakat provinsi Jambi ingin pemerintah membuat kebijakan yaitu Kebijakan larangan truk batu bara melintas di jalan nasional Jambi, kebijakan ini adalah langkah yang tepat untuk mengatasi kemacetan, menjaga infrastruktur jalan umum dan menjaga keselamatan masyarakat provinsi Jambi
Saya berharap semoga Pemerintah Provinsi Jambi mendengarkan keluh kesah masyarakat yang sudah menjadi tugas dari pemerintah. Dengan komitmen bersama, Jambi dapat mencapai pembangunan berkelanjutan yang tidak mengorbankan kesejahteraan rakyat. Hingga September 2025, aksi-aksi seperti di Aur Duri menunjukkan bahwa masyarakat tidak akan diam, dan pemerintah harus bertindak segera untuk mencegah eskalasi konflik sosial. Total, isu ini telah berlangsung bertahun-tahun, dan solusi integral diperlukan untuk menjaga harmoni antara ekonomi, lingkungan, dan hak asasi manusia di Provinsi Jambi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI