Lihat ke Halaman Asli

Abban Said

Guru Madrasah Aliyah Negeri 3 Bantul

Mencoba Belajar dan Belajar Mencoba

Diperbarui: 31 Oktober 2023   11:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok Pribadi

Saya berasal dari keluarga guru. Bapak saya guru. Ibu saya guru. Adik saya juga guru. Saya sendiri pun guru. Namun saya melakukan bid'ah. Bapak, ibu, dan adik saya guru agama. Sedangkan saya tersesat di belantara kata. Ya, saya guru bahasa. Tentu penyimpangan yang aaya lakukan tidak bertentangan dengan prinsip keluarga. Toh meskipun saya banting setir jadi pedagang, bapak dan ibu saya tetap mendukung. Ini intro untuk mengawali tulisan saya.

Berkisah tentang suka dan duka sebagai guru di MAN 3 Bantul tentu tak luput dari pengalaman-pengalaman yang telah saya lalui. Bermula dari keputusan untuk menimba ilmu di jurusan sastra yang notabene menjadi gairah saya. Meskipun menyimpang dari keluarga lain, tetapi bukan menjadi suatu persoalan. Apapun pilihan saya, orang tua tetap mendukung.

Saya tidak asing dengan MAN 3 Bantul meskipun bukan alumnusnya. Pada pendidikan dasar saya bersekolah di SDN Jejeran yang merupakan tetangga dekat MAN 3 Bantul. Pada jenjang selanjutnya saya terdampar di SMPN 1 Pleret yang temboknya menjadi satu dengan MAN 3 Bantul. Pada level pendidikan menengah atas saya diterima di SMAN 1 Jetis. Bangku kuliah saya rasakan di UNY yang menasbihkan saya secara utuh dalam menimba ilmu di lembaga pendidikan di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Karir saya selama delapan tahun sebagai guru pun masih di lingkungan Kemendikbud. Ilmu yang saya timba saya amalkan di SMP dan SMA. Semua itu berubah tatkala saya mencoba mengadu nasib dengan mengetuk pintu di Kementerian Agama. Alhamdulillah dengan senang hati Kemenag membukakan pintunya untuk saya. Tentu saja dengan rangkaian yang panjang dan ketat pada seleksi penerimaan CPNS.

Belajar selama 18 tahun dan bekerja selama 8 tahun di bawah payung Kemendikbud memberikan kekaguman yang baru saat saya putar haluan ke Kemenag. Atmosfer yang berbeda. Dinamika yang lain. Terasa lahir kembali dengan jiwa yang baru. Terlebih keluarga saya yang semua guru PAI malah bernaung di Kemendikbud. Bapak saya mengajar di SMP. Ibu saya di SD. Adik saya di SMP. Suatu keunikan tersendiri yang saya rasakan.

Hal yang saya sukai sebagai pendidik di MAN 3 Bantul tentu tidak sedikit. Salah satunya bertemu orang-orang yang bisa membuat saya lebih banyak belajar tentang agama. Berjumpa dengan orang-orang hebat yang selalu memotivasi dan tanpa sungkan menuangkan petuah-petuah bijaknya ke bejana hati saya yang masih terbilang kosong. 

Satu hal yang tidak saya dapatkan sebelumnya yaitu saya bisa menyalurkan hasrat menulis. MAN 3 Bantul dipenuhi guru-guru hebat yang gemar menulis. Saya beruntung diizinkan bergabung ke circle tersebut. Terlebih setiap tahun tidak kurang belasan buku diterbitkan. Segenap kebahagiaan yang senantiasa membuncah oleh sebab remah-remah tulisan saya dikumpulkan dan disatukan dalam sebuah karya berupa buku.

Tentu saja ada duka yang menyelimuti hati. Saya terkesiap ketika diterima di MAN 3 Bantul. Bahagia iya, sedih juga iya. Bahagia karena status sebagai guru jadi lebih baik. Namun di sisi lain saya mesti beradaptasi dengan jadwal yang mengharuskan masuk kerja setiap hari secara penuh (pagi-sore). 

Perlu diketahui bahwa ketika mengabdi di lembaga pendidikan sebelumnya saya tidak diwajibkan masuk kerja setiap hari. Saya hanya masuk saat ada jam mengajar saja. Sehingga waktu untuk keluarga lebih banyak. 

Di MAN 3 Bantul tentu berbeda. Kewajiban masuk kerja setiap hari menjadikan waktu bagi keluarga berkurang. Padahal saya dan istri masih terbilang pasangan yang relatif muda. Kami memiliki anak-anak yang masih balita. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline