Lihat ke Halaman Asli

Karena "Robek" Bupati Aceng Fikri Mengambalikan Fani Oktora

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1354766637254300349

Dikatakan, ada tiga hal yang bisa mebuat seorang lelaki terjatuh ke dalam jurang terdalam; Harta, tahta, dan wanita.

Dari tiga ranah pengoda hawa nafsu itu, wanita menjadi rangking teratas yang bisa menjadikan mata lelaki melotot tapi tidak bisa melihat dengan benar. Bisa jadi penyalahgunaan atau usaha lelaki untuk mendapatkan tahta dan hartaitu demi sebuah tujuan utama, WANITA. Atau wanita yang dia cintai melebihi segalanya menjadikan dia tidak amanah dalam menjalankan tahtanya dan salah dalam mengumpulkan dan mengelola hartanya.

Tapi tidak serta merta wanita menjadi racun dunia seperti yang diungkakan the Changchuter. Seorang wanita soleh akan membawa segala kebaikan dalam kehidupan seorang lelaki.

Aceng Fikri, seorang kepala daerah di tatar priangan, yang telah ditinggalkan pasangannya (baca: wagub), ternyata pernah punya pasangan lain. Seorang wanoja garut yang baru lulus SMA telah menjadi “korban” nikan siri Pak Bupati.

Luar biasa! Seorang penguasa daerah yang tentu tahu dan mengerti hokum, kecuali dia sedang amnesia waktunitu, tidak mau ribet dengan hukum dalam hal pernikahan. Yang penting ada dua mempelai, wali, dua saksi, mas kawin dan ijab Kabul. Urusan selesai. Selanjutnya? Ya ya ya!

Harapan tinggal harapan. Nasi sudah menjaid bubur ayam, dan sesungguhnya pernikahan tanpa payung hukum negara itu telah putus dengan sebuh teknologi sederhana: SMS.

Betapa kehormatan seorang wanita berahir diujung telunjuk di atas tuts sebuah telefon genggam. Praktis!

Bagi Pak Bupati, kehormatan seorang wanita sepadan dengan sebuah SMS, yang paling mahal berharga Rp. 350. Bahkan sekarang operator telekomunikasi GSM dan CDMA ramai ramai mengobral, bahkan menggeratiskan layanan pesan singkat ini.

Apakah kejadiannya seperti itu? Entah lah tapi itu lah yang saya baca dan saya dengar melalui berbagai media.

Walau pun saya tidak akan pernah menjalaninya, saya tidak anti nikah siri karena itu dibenarkan oleh agama. Tapi saya akan terusik jika kehormatan seorang perempuan ditempatkan di tempat yang paling nista.

Adakah di antara anda yang tidak dilahirkan oleh seorang ibu?

Selanjutnya saya mencermati statement-statement pak Bupati menanggapi masalahnya pernikahan sirinya. Denganmemperhatikan dan mencermati statement-statement beliau, kita akan tahu betapa cerdasnya beliau.

“Masalah ini sudah saya anggap selesai. Kenapa harus diungkit lagi padahal kejadiannya lima bulan yang lalu.”Demikian lah salah satu statementnya.

Benar, kan, dia cerdas? Bahkan sangat cerdas! Jadi, kalau sesuatu dia anggap selesai, selesailah sesuatu itu. Tidak boleh ada orang yang mengutak atik lagi. Haram hukumnya untuk dipermasalahkan lagi.

Apakah dia pernah mendengar kata judicial review?

Statement selanjutnya, “Saya curiga ada orang yang mempolitisasi pernikahan saya ini. Anda tahu sendiri, menghadapi 2013. Ada yang mengobok obok incumbent supaya tidak terpilih lagi di pemilu kada mendatang.”

Dari statement di atas, terang sekali dia tersudut dan kemampuan otaknya menjadi memudar. Maka dicarilah cara untuk mengalihkan permasalahan agar dia menjadi orang yang terzalimi. Lagu lama!

Bagi saya, ada atau tidak ada politisasi, kebenaran itu harus diungkapkan dan ketidak adilan itu harus diberenggus.

“Dari pada berjinah lebih baik menikah!”. Sebuah statement yang sangat cerdas.

Enteng sekali. Sebuah perkawinan yang sakral dan menjadi salah satu ritual ibadah hanya didasari oleh sebuah alasan yang megumbar hawa nafsu. Karenatak ingin menjinahi mu maka aku menikahimu!

Betapa terhormatnya seorang perempuan dinikahi untuk dijadikan pelampiasan syahwat menggelegak yang takterbendung. Setelah hasrat terpuaskan, sudah wahtunya untuk mengucapkan selamat tinggal dengan meninggalkan beberapa lembar rupiah. Beda tipis dengan pelacuran.

Pagi ini di sebuah berita TV, ada sebuah cuplikan wawancara dengan salah satu nara sumbernya adalah Bupati Aceng Fikri. Dengan brilian dia mengibaratkan pernikahan seperti membeli baju.

Untuk mengetahui apakah bajunya cukup atau tidak, pantas atau tidak maka baju harus dicoba dulu. Kalau sesuai dengan harapan maka debeli lah baju itu. Kalau setelah dicoba ternyata tidak sesuai atau baju robek atau menjadi robek maka baju boleh dikembalikan.

Pak Bupati yang terhormat, kalau anda mau membeli baju terus setelah dicoba anda tidak jadi membeli karena baju itu tidak sesuai dengan harapan anda atau karena baju sobek, atau menjadi sobek, sangat jelas lah permasalahannya. Tapi kalau, maaf, perempuan, mau keadaan masih utuh atau, sekali lagi maaf, sudah robek, kalau sudah dicoba, apalagi dicoba oleh Pak Aceng yang sudah sarat pengalaman, pasti lah hasilnya akan robek. Jadi karena hasilnya robek setelah dicoba maka Pak Aceng mengembalikan perempuan itu? Astaghfirullah hal Azim!

Ternyatawanoja garut yang bisa membuat pak Bupati mengekerut dan karijut selanjutnya terus merengut dan carut marut itu bukan lah satu satunya “korban” Pak Bupati.

Masih di berita TV pagi ini, diwartakan ada mojang karawang yang siap tandang dan membuat pak Aceng meradang dan kramba ngan setelah sekejap mengerang.

Ada kemungkinan cerita tidak berhenti di Karawang. Bisa saja ada gadis Bekasi yang bisa membuat Pak Bupatri risi dan jatuh gengsi. Atau gadis cianjur yang bisa membuat guyur banyak lembur.

Tidak tertutup kemungkinan ada mojang mencrang dari Padalarang atau Burangrang yang akan mengungkap sebuah hubungan cinta terlarang.

Kalau jalan sudah terbuka, siapa yang sanggup membendung kalau ada abg bandung yang di buat melendung, atau perawan tasik yang bisa bikin Pak Bupati nggak asik setelah ditelisik. Atau gadis Ciamis yang menebar bau amis yang menempel lengket di kumis.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline