Lihat ke Halaman Asli

Galih Satria H

Belajar menulis

Duka di balik bayang-bayang

Diperbarui: 24 September 2025   14:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://pixabay.com/id/illustrations/pria-kekosongan-jiwa-bunga-bunga-4052354/

Kabut tebal menyelimuti desa kecil itu saat senja mulai turun. Angin dingin berhembus pelan, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang membusuk. Daun-daun kering berjatuhan dan berhamburan di jalan berbatu yang sunyi. Di ujung jalan berdiri rumah tua yang sudah lama kosong, rumah yang ditakuti warga desa.....Rumah Bayangan.

Sari menatap rumah itu dari balik jendela kamarnya yang buram oleh debu dan embun malam. Hatinya berdegup tak menentu. Setiap malam, sosok perempuan berbaju putih dengan rambut panjang hitam berkilau seperti malam tanpa bintang itu muncul di jendela rumah tua itu. Matanya yang kosong dan penuh kesedihan menembus kegelapan, seolah ingin berbisik tapi tak mampu.

Di kamar kecilnya yang remang, hanya lilin kecil yang menerangi dinding-dinding kayu usang. Bayangan lilin menari-nari di dinding, seperti hidup dan mati bergantian seperti kehidupan Sari yang terombang-ambing antara harapan dan keputusasaan.

Suara gemerisik dari luar semakin nyata malam itu, menyeruak ke telinganya yang penuh luka. Dengan napas bergetar, Sari membuka pintu kayu rumah pamannya, menginjak anak tangga yang berderit seakan mengeluh, menyambut langkahnya ke dalam gelap.

Di dalam Rumah Bayangan, udara terasa lembap dan dingin menusuk tulang. Aroma tanah basah dan kayu lapuk memenuhi rongga hidungnya. Cahaya lilin yang dibawanya memantul di dinding penuh retakan dan jamur. Debu beterbangan, mengaburkan pandangannya yang perlahan terbiasa dengan gelap.

Di sudut kamar, sebuah kotak kayu berukir halus tertutup rapat, tampak seperti saksi bisu waktu yang terus berlalu. Dengan tangan gemetar, Sari membuka kotak itu. Di dalamnya, terdapat surat-surat kuno dan foto hitam putih seorang gadis cantik dengan mata penuh harap,Rara.

Sari membaca surat demi surat, membayangkan suara Rara yang tertahan dalam tinta dan kertas. Setiap kata adalah jeritan jiwa yang penuh luka.Kisah cinta yang dirajut dengan janji, lalu dihancurkan oleh pengkhianatan berdarah.

Angin malam masuk dari jendela yang terbuka, membuat tirai tipis bergetar seperti napas terakhir Rara. Suasana menjadi hening, hanya detak jantung Sari yang terdengar menggema di ruangan kosong itu.

Saat Sari menutup surat terakhir, udara menjadi sangat dingin. Dari sudut gelap muncul sosok Rara, wajahnya pucat dan matanya berkaca-kaca. Tubuhnya berbalut kain putih yang berkibar pelan seperti kabut malam.

"Sari... kau datang," suara Rara bergetar, penuh rasa syukur dan duka yang mendalam. "Aku tak pernah bisa pergi sebelum kebenaran terungkap."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline