Mohon tunggu...
Amos Ursia
Amos Ursia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dangdut dan Sastra Pembebasan

14 April 2018   06:44 Diperbarui: 14 April 2018   07:47 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sore itu Bandung macet, semua orang memacu kendaraan entah kemana. Tepat di pinggir kemacetan ada warung kopi, hanya bilik sempit dari seng dan kayu. Ada tukang becak sedang meregangkan badan, ada tukang bangunan sedang bersantai setelah mengaduk semen seharian, ada driver ojek online yang menunggu orderan, ada pekerja kantoran yang sedang memesan kopi susu, pokonya banyak orang lah!

Radio memutar lagu "Perjuangan dan Doa" dari Rhoma Irama, lalu berganti menjadi "Gubuk Bambu" nya Meggie Z.

"Siang malam aku membanting tulang demi hidup di masa depan.

Dalam gubuk bambu, tempat tinggalku, kurenungi nasibku.

Suatu saat nanti nasib berubah.

Kuhapus derita dan air mata, kunyanyikan selalu lagu ceria."

"Sastra Realisme Sosial"

Tahun '50 - '60 an, dunia sastra dihebohkan oleh sastra realisme sosial nya LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat). Gaya sastra ini merupakan bentuk protes dan pemberontakan terhadap ketidakadilan dan "konflik kelas".

Para sastrawan nya meyakini bahwa sastra adalah alat revolusi menuju masyarakat tanpa kelas. Maka sastra ini mengambil petani, buruh, kuli, pekerja kasar, dan nelayan sebagai subjek karya.

Sastrawan realisme sosial diantaranya Sabar Anantaguna, Semaoen, Martin Aleida, dan Pram. Karya mereka dipengaruhi oleh Maxim Gorky, Leo Tolstoy, bahkan Hemingway. Para sastrawan inilah yang dengan konsisten mengangkat rakyat tertindas dan deritanya sebagai esensi karya karya mereka.

Namun akhirnya, semua bias karena propaganda "kekuasaan" yang terlalu besar dalam karya seniman seniman itu. Pun terjadi kebingungan, karena petani dan buruh tidak membutuhkan sajak atau puisi yang kompleks.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun