Pendidikan mengajarkan kebiasaan individu dalam cara berpikir dan berperilaku, dapat membantu individu tersebut dalam kehidupannya bersama keluarga, masyarakat dan bernegara. Dengan demikian, pendidikan berbasis kearifan lokal dapat membantu kita membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
 Kearifan budaya lokal khususnya di Maluku begitu penting dalam pengembangan pendidikan, karena kearifan budaya lokal Maluku merupakan produk masa lalu yang patut secara terus menerus dijadikan pegangan hidup dan tertanam dalam jati diri orang Maluku. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terdapat dan terkandung di dalamnya sangat universal. dan juga memiliki nilai tentang bagaimana hidup dalam harmoni.
 Di tahun 2004 yang lalu terjadi pergantian kurikulum 2004 dengan kurikulum tahun 2006 dan kemudian pada tahun 2006 pemerintahan mengganti dengan kurikulum tahun 2013 yang banyak menuai kritikan. Dimana pelajaran muatan lokal lebih bersifat kearajinan tangan seperti; menyulam, menjahit, dan memasak. Apa yang salah dengan nilai-nilai budaya daerah lokal yang perlahan hilang di telan arus moderenisasi yang seolah mulai menyingkirkan peajaran-pelajaran seputar budaya daerah setempat. Serta nilai-nilai yang telah diajarkan oleh para leluhur secara turun temurun baik dalam bentuk seni maupun nilai-nilai seputar etika dalam karakter sebagai manusia sosial.
 Ada istilah pelajaran muatan lokal dalam struktur kurikulum pendidikan, namun pemaknaannya sangat formal karena muatan lokal kurang mengapresiasi dan mengeksplorasi kearifan budaya lokal itu sendiri. Jika kita melihat kepada muatan lokal di beberapa sekolah di kota Ambon yang hanya sebatas menjahit, menyulam dan memasak yang diajarkan kepada siswa. Dapat diketahui bagaimana tantangan yang begitu kompleks yang dihadapi sekolah. Apalagi jika kita meihat kemajuan dibidang sains dan teknologi, yang mana telah mampu menggeser nilai-nilai lokal. karena itu eksplorasi kekayaan leluhur budaya sendiri sangat perlu untuk dilakukan.
 Nilai-nilai yang terkandung dalam konteks ke-Maluku-an mengajarkan anak-anak belajar tentang kejujuran, disiplin dan menghargai perbedaan. Dalam falsafah hidup orang Maluku, perbedaan agama atau etnik tertentu tidak menjadi masalah. Nilai-nilai ini perlu ditanamkan dan diajarkan sejak dini agar generasi muda dapat belajar dan membiasakan diri hidup di tengah keberagaman. Kita juga dapat melihat gejala dekulturisasi atau pemudaran budaya lokal dalam berbagai bentuk. Salah satu contohnya dalam penggunaan bahasa daerah. Jika kita melihat penggunaan bahasa daerah di Maluku, dapat ditemukan situasi yang sangat menyedihkan. Anak-anak yang berasal dari daerah-daerah penutur asli bahasa daerah mereka masing-masing terkadang malu menggunakan bahasa daerah jika bertemu dengan saudara, teman atau kerabat di tengah orang ramai.
 Kota Ambon pun menjadi ibukota provinsi yang memiliki permasalahan menyedihkan di dalam penggunaan bahasa daerah. Kemampuan siswa di Ambon dalam berbahasa daerah sesuai dengan daerah mereka sangat rendah. Siswa cenderung dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang membuat mereka malu berbahasa daerah, sehingga kesadaran akan budaya mereka menjadi rendah. Pada saat seseorang kehilangan akan identitas daerah maka tanpa disadari orang tersebut kehilangan jati diri.
 Bukan saja soal bahasa, namun dalam beretika, orang Maluku terkenal sopan-santun dan berbudi pekerti luhur sesuai ajaran para leluhur, namun perlahan-lahan hilang tergerus arus kehidupan modern.
 Keluarga, sekolah, maupun lingkungan sangat berperan penting dalam pengembangan kecakapan hidup dengan berpijak pada kearifan budaya lokal. Nilai-nilai hidup orang saudara yang sering disebut dalam ungkapan laeng sayang laeng, artinya hidup rukun bersaudara saling menyayangi satu dengan yang lainnya. Manusia dengan nilai keluhuran akan sang pencipta semesta didalam satu satuan kosmologis yang erat hubungannya dengan hidup harmonis bersama-sama hasil ciptaannya. Demikian sumber daya alam berupa sasi, larangan untuk tidak mengambil suatu jenis produk dari alam untuk jangka waktu tertentu dengan maksud untuk melestarikan alam baik hewan maupun tumbuhan. Juga nilai-nilai dalam menghormati orang tua-tua atau orang yang lebih tua. Hampir di seluruh daerah Maluku terdapat penghormatan kepada orang tua-tua. Hal ini tentu saja dapat menjadi alat belajar mengajar yang di eksplorasi baik oleh guru maupun oleh siswa.
 Sekolah menjadi lembaga pendidikan formal yang mampu melakukan upaya dan program agar potensi kearifan budaya lokal dapat diangkat kembali sebagai alat resolusi konflik. Pelatihan dan pembiasaan dalam proses pembelajaran di sekolah bisa melibatkan guru, orang tua serta lingkungan komunitas-komunitas terkait, dapat membantu dalam melestarikan kearifan budaya lokal. Para siswa yang datang ke sekolah tidak bisa dianggap begitu seperti gelas kosong yang mudah diisi. Siswa tidak seperti tanah liat yang bisa dibentuk sesuai keinginan guru. Mereka sudah membawa nilai-nilai budaya yang sudah di dapat dari lingkungan keluarga dan masyarakatnya. yang bijaksana harus dapat menyertakan nilai-nilai kearifan lokal mereka di dalam proses pembelajaran. Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris maupun muatan lokal-seni budaya, dapat menugaskan siswa membuat karangan tentang potensi wisata tempat asal mereka masing-masing, sehingga ada keterlibatan siswa di dalam proses  belajar yaitu dimana siswa berusaha untuk mencari tahu dan mengetahui potensi tempat-tempat di daerah asalnya yang dapat dijadikan objek wisata. Bagi guru sejarah juga dapat menugaskan kepada siswa untuk membuat cerita tentang legenda atau mitos  yang terdapat di daerah asal mereka.
 Â
 Untuk tingkat SD, guru dapat menggunakan metode seperti mendongeng atau bercerita dengan menyertakan gambar, boneka, iringan music dan miniatur rumah adat serta pembawaan guru yang menarik. Dengan metode ini tentu saja dapat membuat guru begitu mudah menanamkan pengajaran kearifan budaya lokal. Guru yang kurang memahami makna kearifan lokal, cenderung kurang sensitif terhadap kemajemukan budaya setempat. Â
 Hambatan lain juga yaitu biasanya muncul dari guru yang mengalami lack of skill, akibatnya mereka kurang mampu menciptakan pembelajaran yang menghargai keberagaman budaya daerah. Untuk guru yang sudah memahami tentang pentingnya kearifan budaya lokal, melalui wadah tulisan-tulisan di blog yang kepada siswa untuk mereka dapat dibaca sehingga mereka juga dapat mengetahui lebih banyak tentang budaya Maluku.
 Secara psikologis, pembelajaran berbasis kearifan lokal memberikan sebuah pengalaman psikologis kepada para siswa. Dampak psikologisnya bisa terlihat dari rasa keingintahuan melalui pertanyaan yang diajukan, presentasi di kelas dan juga komunikasi dengan masyarakat sebagai akibat dari tugas yang diberikan guru. Dengan kata lain, pemanfaatan lingkungan ini dapat membuat kebutuhan sosialnya terpenuhi, dapat  mempengaruhi proses pembentukan dan perkembangan perilaku individu tersebut. Faktor lingkungan ini disebut sebagai faktor empiris yang memiiki makna pengalaman.
 Secara politik dan ekonomi pembelajaran berbasis kearifan budaya lokal dapat memberikan sumbangsih. Untuk kompetensi dalam mengenal persaingan dunia kerja. Dari segi ekonomi pembelajaran seperti ini dapat memberikan contoh nyata kehidupan sebenarnya kepada siswa untuk mengetahui kegiatan yang memenuhi kebutuhan hidup. Pada akhirnya siswa dididik dan dipersiapkan untuk mengahadapi kehidupan dunia nyata, yang menuntut keterampilan dan kompetensi tinggi. Para siswa juga harus mampu berpikir dan terlibat didalam proses kreatif sehingga melahirkan gagasan untuk pengembangan potensi daerah Maluku, baik dalam bidang wisata, kuliner maupun produk-produk kerajinan tangan serta potensi usaha kelautan. Dengan demikian banyak sekali potensi-potensi daerah yang bisa digali.