Kedua, tidak adanya kekuasaan  politik yang bersifat mutlak. Kekuasaan politik  bersifat relatif. Artinya kekuasaan tersebut ada, selama ia masih berperan dalam mengupayakan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat. Jika ia dianggap gagal dalam menjalankan misi tersebut, maka kekuasaan politis itu harus dicabut, dan diberikan kepada pihak lain yang lebih kompeten. Kekuasan absolut seperti pada pemerintahan monarki dan totaliter tidak berlaku dalam pemerintahan demokratis.
Ketiga,  asas akuntabilitas dan transparansi. Transparansi atau keterbukaan merupakan ciri utama demokrasi. Setiap kebijakan yang diambil  penguasa (pemerintah) harus dilakukan secara terbuka sehingga dapat dipahami oleh rakyat. Rakyat bisa terlibat di dalamnya. Karena bagaimanapun kebijakan itu akan berkaitan dengan mereka. Transparansi berfungsi sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat. Pertanggungjawaban atas setiap kebijakan yang diambil disebut asas akuntabilitas.
Keempat, partisipasi publik. Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sebagai penguasa, rakyat harus cerdas dan kritis dalam menjalankan dan mengawasi gerak roda politik. Rakyat juga dituntut cerdas, kritis dan aktif ambil bagian mengawasi kekuasaan. Sehingga mereka terhindar dari segala bentuk kekuasaan absolut, otoriter dan totaliter.
Walhasil, demokrasi tak harus gaduh. Kegaduhan politik tak lebih sebagai akibat kehidupan berdemokrasi. Tapi berdemokrasi yang tak menimbulkan kegaduhan berlebihan tentu lebih baik. Karena kegaduhan yang berlebihan akan berdampak negatif pada kehidupan sosial masyarakat juga ekonomi nasional. Namun demikian kita wajib menghargai setiap perbedaan. Perbedaan pendapat anggota kabinet dapat diikuti dengan kajian dan partisipasi aktif dari publik sehingga kegaduhan berdampak positif. Â Kegaduhan bisa mendorong partisipasi aktif rakyat terkait setiap kebijakan yang akan diambil pemerintah. Wa Allahu Alam
Â