Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Gelang Commuter Line Anakku

15 September 2016   22:07 Diperbarui: 15 September 2016   22:46 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu yang lalu saya bersama dua anak menggunakan commuter line dari Stasiun Kota menuju Stasiun Bekasi. Berhubung kartu multi trip yang dipunyai hanya ada dua buah, maka anak saya membeli satu kartu multi trip lagi. Berdasarkan papan informasi, ada beberapa macam kartu multi trip selain berupa kartu sebagaimana biasanya, yaitu berupa stiker, gantungan kunci dan gelang (seperti jam tangan).

Anak pergi sendiri mengantri di loket, sedangkan saya bersama adiknya menunggu di tempat yang tidak terlalu ramai.  Anak saya membeli kartu multi trip berupa gelang seharga Rp75.000 yang sudah berisi saldo senilai Rp25.000,-. Ada beberapa macam warna gelang multi trip seperti hijau, biru, kuning, abu-abu dan merah. Sang anak memilih yang berwarna merah.

Dengan wajah sumringah dipakainya langsung gelang multi trip tersebut. Bersama-sama kami menuju scanner tempat pengecekan saldo. Isi saldonya benar Rp25.000,-. Tidak berapa lama kemudian kami sudah duduk nyaman di commuter line yang relatif sepi, menuju Stasiun Bekasi.

Tampaknya anak saya sangat senang dengan gelang barunya. Dipakainya bergantian di tangan kanan dan tangan kiri. Karena pergelangan tangannya yang mungil, ia menggunakan kancing yang terakhir (ukuran lingkaran paling kecil) dari tiga buah kancing yang bisa dipakai.

Kira-kira setelah melewati tiga atau empat stasiun, anak saya memberitahukan bahwa gelangnya patah atau putus. Saya lihat memang demikianlah yang terjadi. Gelang commuter line terputus menjadi dua bagian, persis di lokasi semacam sambungannya.

Anak saya tampak sedih dan wajahnya menunjukkan perasaan bersalah. Mungkin ia menganggap hal tersebut terjadi akibat ia membuka dan memasang gelang beberapa kali untuk mencocokkannya di tangan kanan dan tangan kirinya. Saya pun menghiburnya. Saya katakan sepertinya sambungan pada gelangnya kurang bagus sehingga mudah putus. Nanti sampai di rumah akan saya perbaiki dengan menyambungnya menggunakan lem super. Ia pun terlihat cukup terhibur.

Begitu sampai di rumah, setelah cuci tangan, cuci kaki dan cuci muka lalu minum air putih, saya segera mengambil lem dan mulai bekerja. Lem super dioleskan pada salah satu sisi gelang secara merata lalu ditempelkan rapat dengan sisi lainnya yang terputus dan kemudian ditekan agak kuat. Ups, rupanya lem yang saya oleskan agak banyak sehingga meluber ke sisi gelang. Segera saya ratakan agar tidak makin meluas kemana-mana. Selama proses “operasi” gelang commuter line tersebut, anak saya memperhatikan dengan was-was. :)

Saya katakan untuk menunggu sepuluh menit sampai lem benar-benar kering sehingga kedua sisi gelang menempel dengan kuat. Sang anak tidak beranjak dari tempat duduknya. Ia menunggu dengan sabar.

Sudah sepuluh menit berlalu, sang anak masih duduk mendampingi gelang commuter line berwarna merah tersebut. Ditiup-tiupnya tepat di tempat penempelan. Mungkin maksudnya agar keringnya lebih sempurna. Saya tersenyum menyaksikan tingkah lakunya.

“Sudah kering tuh gelangnya!” Saya memberitahunya dari jauh. “Sebentar lagi ayah. Biar benar-benar kering, jadi gak bakal lepas lagi.” Si anak menjawab dengan binar mata penuh harap.

Tidak berapa lama kemudian, ia menemui saya di kamar. “Ayah, lihat nih. Sudah bagus lagi!” Sambil menunjukkan gelang commuter line yang melingkar ditangannya. Wajahnya begitu sumringah. “Wuih, keren gelangnya. Lain kali hati-hati saat memasang dan melepasnya. Pelan-pelan saja, jangan kasar-kasar.” Pesan saya sambil mengucek rambutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun