Mohon tunggu...
Amir Mahmud Hatami
Amir Mahmud Hatami Mohon Tunggu... Lainnya - Aku Berpikir, Maka Aku Kepikiran

Menemukan sebelah sepatu kaca di jalanan. Siapa tahu, salah satu dari kalian kehilangan!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pengalaman Mengajarkan Pemuda untuk Ikut Merawat Anak Sonder Orangtua

6 November 2021   01:37 Diperbarui: 7 November 2021   16:38 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Comfreak from Pixabay

Agar tujuan dapat tercapai dengan sempurna proses sosialisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni: represif (orangtua sebagai pusat sosialisasi sehingga keinginan orang tua menjadi penting) dan partisipatoris (kebalikan dari ciri represif).

Sosialisasi primer yang terjadi didalam keluarga dengan begitu memiliki pengaruh yang sangat besar, sebab menjadi titik awal dalam mencetak pemuda-pemudi berbudi pekerti luhur atau bisa saja sebaliknya.

Lantas, bagaimana jika seorang anak hidup tanpa memiliki orangtua? 

Pertanyaan tersebut tentunya mudah untuk dijawab oleh seorang alumnus dari studi Sosiologi, Psikologi dan ilmu lainnya yang berkaitan. Meski begitu, memberi jawaban saja rasanya kurang pantas jika tidak dibarengi dengan implementasi.

Absennya figur orangtua dalam kehidupan anak memang bukan menjadi fenomena baru bagi masyarakat.

Kita yang sadar betul mengenai proses tumbuh kembang anak, mungkin akan terbayang mengenai kondisi seorang anak yang tumbuh tanpa kehadiran kedua orangtua atau anak yang memiliki orangtua lengkap, akan tetapi orangtua tidak berhasil memenuhi aspek psikologis dan sosiologis si anak tersebut. 

Berbagai faktor penyebab seorang anak kehilangan sosok orangtua, seperti: disorganisasi keluarga (perceraian), konflik, kematian sebab Covid-19, dsb yang secara eksplisit menghilangkan fungsi kontrol, kasih sayang, pendidikan, dsb. 

Seorang anak tanpa pengawasan orangtua akan bebas memilih aturan dan pergaulan. Tanpa kasih sayang akan terbentuk pribadi yang kasar dan pembenci. Dan, anak tanpa pengetahuan akan merugikan diri sendiri sekaligus bangsanya.

Dalam menanggapi hal tersebut, pemerintah maupun lembaga sosial secara preventif membangun panti asuhan sebagai program andalan, saat kerabat dari orangtua si anak enggan memenuhi kebutuhan hidup anak tersebut. Anak-anak yang berhasil ditampung oleh panti atau yayasan jumlahnya pun tidak sedikit. 

Kementerian Sosial (24/8/2021) dalam publikasinya menunjukkan jumlah anak binaan yang terdapat di 3.914 Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) tercatat per Mei 2021, yakni: berjumlah 191.696 anak yang terbagi menjadi 33.085 anak yatim, 7.160 piatu, dan yatim piatu 3.936. dengan jumlah total 44.181 jiwa.

Menurut hemat penulis, ikhtiar pemerintah dan lembaga sosial untuk menciptakan generasi mendatang di rasa belum cukup. Pasalnya, masih banyak anak-anak di sekililing kita yang tidak berada dalam lingkungan panti asuhan. Untuk itu, diperlukan keterlibatan masyarakat secara langsung, khususnya para pemuda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun