Mohon tunggu...
Amira Laila Nurjannah
Amira Laila Nurjannah Mohon Tunggu... Freelancer - a Sociology majored college student from FISIP UIN JAKARTA

K-pop, C-pop, J-pop musics, and Thai artists enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apakah Perempuan Masih Dianggap sebagai Makhluk Kelas 2?

18 November 2019   04:51 Diperbarui: 18 November 2019   04:56 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Apakah Perempuan Masih Dianggap sebagai Makhluk Kelas 2? (Review Buku Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas oleh Bu Neng Dara Affiah)

Review buku oleh : Amira Laila Nurjannah (1118111000003) 

Identitas Buku:
Judul: Islam, Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas
Penulis: Neng Dara Affiah
Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Tahun terbit: Desember 2017
Ukuran Dimensi Buku: 14,5 x 21 cm
Tebal Buku: xi + 200 halaman
ISBN: 978-602-433-555-7

 

Sering kali masih banyak orang yang salah mengartikan soal apa itu feminisme dan kesetaraan gender. Saya pun berkesempatan mengetahui bagaimana persoalan feminisme dan kesetaraan gender lebih detail melalui sebuah buku dari dosen saya. Salah satu dosen saya lah, beliau bernama Ibu Neng Dara Affiah, yang begitu gencar dan aktif menyuarakan kesetaraan gender lewat sebuah Buku yang berjudul "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas". Beliau melalui bukunya berhasil menggugah semangat tiap pembacanya untuk masuk ke dalam tujuan yang sama dengan pemikirannya, yakni menghapuskan pola pikir bahwa perempuan adalah makhluk kelas 2.  Saya lantas sangat senang memiliki dosen seperti beliau, karena kita memiliki pemikiran yang sama, yakni mengejar cita-cita untuk menjalankan keadilan bagi seluruh manusia di muka bumi, salah satunya dengan mengumandangkan bagaimana kesetaraan gender itu dilakukan. Di dalam buku ini, lantas dikupas soal feminisme. Bahkan, buku ini juga mengulik soal feminisme yang terjadi di Indonesia pada Agama Islam, dan secara khusus dibahas di dalam Bab 3.

            Feminisme sendiri, rupanya merupakan sebuah teori yang mencoba menjelaskan kehidupan perempuan, tetapi cara menjelaskannya adalah bermacam-macam karena begitu banyak jenis dan aliran dari feminsme. Pada tahun 1990-an, dikembangkanlah ajaran feminisme dari Al-Qur’an, Hadist, dan Hukum-Hukum Islam. Pada periode perkembangan hukum-hukum Islam, suara perempuan sempat tidak terdengar sama sekali, hingga akhirnya penafsiran-penafsiran Al-Qur’an dan Hadist terus digencarkan supaya suara perempuan suaranya juga tetap terdengar di kalangan muslim dan yang lainnya. Seperti dalam tafsir hadist pada masa lalu, perempuan citranya begitu buruk, kemudian perlahan-lahan citra buruk ini pun diubah menjadi citra yang baik.

            Sudah banyak sarjana muslim yang melaksanakan penelitian tentang feminisme dalam Islam, rata-rata pun sependapat bahwa memang sudah banyak kesalahpahaman tentang ajaran Islam tentang perempuan. Malah, Islam seolah melanggengkan perempuan dibatasi tindak-tanduknya. Meskipun sudah ada yang menolak nilai-nilai patriarki dalam Islam, patriarki belum bisa sepenuhnya menghilang. Namun ternyata, diam-diam di Indonesia, para tokoh feminisme Islam-nya sepakat perempuan haruslah cerdas dan mandiri supaya kaum muslim maju. Perempuan sama sekali tidak jadi penghalang dalam kemajuan di berbagai aspek, justru perempuan akan banyak membantu kemajuan cepat terwujud.

            Saat itu, begitu banyak teori yang menjelaskan berbagai keadaan di dunia, tapi semua teori saat itu seakan tutup mata dan telinga mengenai keadaan tidak adilnya perlakuan antar laki-laki dan perempuan. Akhirnya muncullah analisis gender saat itu untuk mengisi kekosongan teori tentang gender seiring gencarnya gerakan-gerakan progresif Islam yang melibatkan perempuan di Indonesia, sejak masa Orde Baru hingga sekarang. Dulu perempuan hanya dianggap ibu dan istri saja di Indonesia, sampai akhirnya Indonesia mulai ikut menyetujui penghapusan diskriminasi antar manusia di dunia, Indonesia lantas otak dan hati para cendekiawan muslimnya semakin terbuka karena keinginan untuk menciptakan keadilan bagi laki-laki maupun perempuan. Selama ini pula, feminisme Islam di Indonesia mengembangkan beberapa hal, yaitu mengembangkan banyaknya organisasi yang mewadahi hak-hak perempuan dalam bekerja dan hak-hak perempuan lainnya juga ikut diwujudkan dengan cara yang tidak terlalu sulit.

            Perempuan sendiri telah membantu banyak dalam mewujudkan gerakan sosial untuk memajukan perempuan maupun bangsa. Mereka turut serta dalam menyebarkan Islam secara positif dan membuat orang lebih paham dengan hukum – hukum Islam dengan mudah walaupun aturan – aturan di dalamnya begiru detail. Ketika menjalankan gerakan – gerakan sosial pun para perempuan ini menyambi untuk membuat perempuan terus diperlakukan adil dalam kehidupan. Gerakan sosial ini pun membuahkan hasil, salah satunya dibuat kebijakan negara tentang penghukuman perdagangan manusia yang masih marak terjadi, banyak perempuan yang ditipu kemudian diperdagangkan ke luar negeri untuk menjadi budak seks. Namun, pada era demokrasi pun perempuan masih pula mengalami halangan dalam memperjuangkan kesetaraan gender, seperti diaturnya tubuh maupun seksualitas perempuan, adanya aturan harus memakai jilbab bahkan untuk perempuan non muslim, pembatasan perempuan baik secara pekerjaan maupun ekonomi, dan diaturnya moralitas perempuan secara negatif. Diskriminasi perempuan malah ditumbuhkan dengan subur pada masa ini. Seharusnya negara dapat bersikap lebih netral supaya perempuan dalam berkehidupan dapat merasakan keadilan.

            Dalam hidup perempuan juga, mereka mengalami begitu banyak kekerasan dalam hidupnya. Ada kekerasan seksual seperti pemerkosaan, pengucilan dari komunitas seperti pembiaran ketika perempuan meminta tolong di kehidupan nyata, media yang tidak mendukung perempuan, perempuan dibiarkan kesehatan mental dan fisiknya menurun, perempuan dihilangkan akses ekonominya, perempuan dibiarkan tidak berkeluarga, perempuan tidak diberi status kependudukan. Anak juga tak kalah menyedihkan nasibnya dengan perempuan, ada anak yang mendapat diskriminasi pendidikan, ada pula anak yang dibenci sejak hidupnya, dibuat trauma selama hidupnya, dan dibiarkan hidup tidak layak.

            Selama ini, Islam juga sama dengan agama lainnya, yakni memiliki perkumpulan – perkumpulan dan biasanya diadakan doa – doa bersama oleh orang – orang yang berkumpul ini. Tetapi, sering kali orang – orang yang berkumpul ini begitu menyedihkan, karena mereka berpikiran dan berperilaku tertutup sehingga menyebabkan mereka anti kritik. Maka, untuk menghindari hal ini, perkumpulan Islam yang tertutup bisa mulai lebih terbuka dengan menyerap lebih banyak ilmu pengetahuan baru, berdialog dengan agama – agama lain, dan berperikemanusiaan dengan tidak mengkotak-kotakkan manusia.

            Tapi untungnya, laki – laki juga masih ada yang mau membantu perempuan untuk memiliki hak yang sama dengan laki – laki. Mereka ikut membuat perempuan merasakan kesetaraan gender. Kita boleh bersyukur karena ternyata masih ada empati di kalangan sesama manusia dalam mewujudkan kesetaraan gender yang lebih luas. Komnas Perempuan di Indonesia saja mencatat ada 342 peraturan yang diskriminatif dengan 200 peraturan berdampak pada perempuan. Misal, perempuan yang dilarang keluar malam padahal ia adalah pencari nafkah untuk keluarga. Tentu peraturan – peraturan seperti itu harus dihapuskan supaya tidak terjadi diskriminasi dan tercipta keadilan.

            Di dalam kehidupan sendiri, apalagi dalam Islam, begitu banyak hal yang tabu untuk dibahas, salah satunya adalah keperawanan. Islam juga mempersoalkan keperawanan. Janda dianggap memiliki derajat yang lebih rendah di masyarakat karena sudah tidak perawan. Perawan masih sangat diglorifikasi di masyarakat. Padahal, seharusnya hal tersebut tidak dipersoalkan. Manusia beragama Islam, dibanding mengurus janda atau tidaknya seseorang, lebih baik menyebarkan ajaran dilarangnya berzina, yang sudah jelas ada larangannya di Al-Qur’an maupun Hadist. Sayangnya, banyak perempuan terjerat dalam hubungan cinta yang menyedihkan, ia diminta berhubungan seksual dengan kekasihnya karena alasan suka sama suka dan saling mencintai. Perempuan pun berujung selalu disalahkan karena keperawanannya tidak ada lagi. Padahal laki – laki yang memaksanya untuk berhubungan badan. Perempuan tentunya tidak bisa derajatnya turun begitu saja hanya karena sudah tidak perawan lagi. Perempuan patut dihargai keberadaannya, bukan direndahkan karena sudah tidak perawan padahal hanya karena ia tidak “berdarah” ketika pertama berhubungan badan dengan suaminya, ia dituduh sudah tak perawan, tolak ukurnya tidak seperti itu.

            Hal tabu selanjutnya adalah inses, yaitu praktik seksual yang melibatkan saudara atau anggota keluarga sedarah. Hal ini mungkin terjadi karena tiap manusia memiliki hasrat seksual. Sigmund Freud pun telah menjelaskan mengapa seseorang bisa mengalami inses. Hubungan seksual antar keluarga ini pun bukan isapan jempol belaka, namun keberadaannya ditutup – tutupi. Ini dikarenakan aksi inses tidak akan diampuni oleh lingkungan sosial. Ternyata, hal yang dapat disoroti dari praktik inses ini adalah bagaimana perempuan harus didominasi sehingga muncul nafsu untuk menaklukkan perempuan dengan berhubungan badan dengannya. Dalam Agama Islam sendiri, ada larangan untuk melakukan inses dan ini mutlak terdapat dalam Al-Qur’an. Untuk itu, demi menghindari inses terjadi, norma agama perlu diperkuat dalam masyarakat.

            Akhir kata, sudah sepantasnya kesetaraan gender ditegakkan demi terciptanya kedamaian di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun