Masa kerja adalah perjalanan panjang yang mengarah pada suatu tujuan. Dalam horizon waktu, sepintas nampak bahwa perjalanan itu mengarah ke sebuah ujung. Namun sebagaimana kita mengalami horizon, meski dari jauh nampak bagai garis atau batas, seturut kita mendekat, atau merasa mendekat, garis itu nyatanya tidak ada di ujung langkah. Dia masih tetap nun di sana. Melangkahlah lagi, maka kita akan berjumpa dengan kenyataan yang sama. Kenyataan bahwa horizon itu secara nyata tidak pernah jelas menyatakan dirinya ketika kita mendekat.
Saat kita merasa semakin mendekat ke ujung batas masa kerja, baiknya sejenak bertanya lagi apa sebenarnya tujuan dalam perjalanan panjang masa kerja itu? Berjalan menuju horizon semata, atau ada nilai "menjadi (to be)" yang dituju?
"ketika tiba saatnya pensiun, seolah-olah tirai kehidupan profesional ditutup, padahal panggung kehidupan masih luas terbuka"
Tujuan-tujuan yang mungkin teredam oleh kesibukan rutinitas kini memiliki ruang untuk bertumbuh. Dengan menyadari bahwa horizon itu hanya batas pandangan mata semata, maka pensiun mestinya akhir dari produktivitas, melainkan peluang transformasi energi dan fokus untuk fase berikutnya.
Dari perspektif teleologis, masa pensiun dapat dilihat sebagai kesempatan berharga untuk merealisasikan potensi diri yang belum sepenuhnya tereksplorasi. Waktu untuk mendalami minat dan hobi yang tertunda, belajar hal-hal baru tanpa tekanan kinerja. Waktu untuk berkontribusi pada komunitas dengan cara yang lebih bebas dan personal. Tujuan hidup yang mungkin terabaikan dalam hiruk pikuk pekerjaan kini dapat kembali menjadi kompas yang menuntun langkah.
Lebih dari itu, gerbang pensiun adalah "checkpoint" untuk refleksi dan kontemplasi. Setelah bertahun-tahun berorientasi pada pencapaian eksternal, kini saatnya untuk menoleh ke dalam diri, merenungkan makna hidup yang sejati, dan memperdalam hubungan dengan orang-orang terkasih. Tujuan spiritual dan emosional menjadi semakin relevan, membawa kedamaian dan kepuasan yang mendalam.
Maka, pensiun bukanlah sebuah perhentian, bukan sekadar masa istirahat pasif, melainkan sebuah fase aktif dalam mencapai tujuan-tujuan hidup yang lebih holistik. Pensiun adalah waktu untuk menuai buah dari kerja keras selama ini, bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam kebijaksanaan, kedewasaan, dan pemahaman yang lebih mendalam tentang diri sendiri dan dunia di sekitar.
Dalam bahasa kaum eksistensialis, gerbang pensiun adalah momen eksistensial yang signifikan. Eksistensialisme, yang menekankan kebebasan, tanggung jawab, dan subjektivitas individu, akan melihat pensiun bukan sebagai akhir yang pasif, melainkan sebagai titik krusial di mana individu dihadapkan pada kebebasan yang lebih besar dan tanggung jawab untuk menciptakan makna baru dalam hidup mereka.
Kenapa?
Karena status pensiun justru merubuhkan struktur dan rutinitas pekerjaan yang sebelumnya mendefinisikan waktu dan identitas seseorang. Tak ada lagi kewajiban rutin untuk "setor muka" di aplikasi presensi. Namun di sisi lain kebebasan yang melimpah bisa menghadirkan "kebingungan" karena muncul tuntutan baru untuk memebuat pilihan-pilihan baru tentang, paling tidak, bagaimana memanfaatkan kebebasan tersebut dengan energi dan waktu yang kini dirasa melimpah.