Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan di Era Pandemi, Quo Vadis?

21 Juni 2021   10:32 Diperbarui: 21 Juni 2021   10:36 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayo belajar (Photo : Caleb Oquendo from Pexels)

Pandemi yang melanda ternyata telah menggoyang kemapanan yang ada di dunia pendidikan. Seberapa kuat institusi pendidikan menahan dan meredam goyangan tersebut? Yang mengemuka justru kenyataan bahwa proses pendidikan sendiri lah yang terguncang hebat tanka mampu merespon dengan tangguh.

Guncangan itu membuka kelemahan-kelemahan detail yang ada pada bangun strukturnya sendiri. Bahkan untuk mempertahankan keteraturan proses belajar-mengajar pun dunia pendidikan berada pada titik kritis. Tidak cukup jelas bagaimana nilai-nilai dasar dan luhur dalam pendidikan dapat diwariskan ketika interaksi murid dan pendidikan tergantikan oleh aplikasi.

Tentu saja dapat diutarakan bahwa pemanfaatan aplikasi merupakan langkah adaptasi agar proses belajar-mengajar tetap dapat berlangsung. Tapi keluhan-keluhan yang muncul sebagaimana di awal tulisan ini menunjukkan bahwa secara konsep adaptasi tersebut tidak salah tapi dalam implementasinya masih menemui banyak kendala. Kendala yang tidak cukup dikenali tidak akan menjadi tantangan yang harus dilewati malah akan menjadi faktor penghambat.

Pemanfaatan aplikasi mengasumsikan bahwa masyarakat sudah berada pada tingkatan budaya digital. Sayangnya asumsi tersebut hanya pada tataran konsep, atau lebih tepat mungkin sebagai langkah reaktif belaka, karena sebelumnya tidak cukup terlihat upaya masif untuk membangun 3I yaitu Infrastruktur, Infostruktur dan Infokultur bahkan dalam dunia pendidikan.

Masalah infrastruktur, berupa keterbatasan ketersediaan perangkat dan jaringan sudah banyak diutarakan.

Bagaimana dengan I berikutnya yaitu Infostruktur? Seberapa kuat struktur informasi, yang berisi selain data informasi dan pengetahuan tapi juga mekanisma pengalirannya, pernah dibangun di dunia pendidikan atau masyarakat?

Cukup bertanggungjawabkah menyerahkan proses penelusuran informasi bulat-bulat ke mesin pencari di dunia maya? Peserta didik, apalagi di jenjang sekolah dasar, pernahkah diberi pemahaman dan pengetahuan tentang belantara dunia maya di depan layar gawai? Bahkan sebagian pendidik pun mungkin belum memiliki literasi yang memadai untuk itu. Dan kalau pengetahuan peserta didik akhirnya bersumber dari mesin pencari, menjadi tugas berat pendidik untuk mengembangkan aspek afektif dan psikomotorik peserta didiknya.

Sejatinya banyak pekerjaan rumah dunia pendidikan dalam membangun infostruktur pendidikan. Perpustakaan digital mungkin hanya mimpi di sebagian besar sekolah karena perpustakaan biasa pun belum tentu memiliki koleksi yang memadai apalagi tidak sedikit sekolah yang bahkan tidak punya gedung atau ruang perpustakaan sekolah.

Aspek ketiga yaitu infokultur atau budaya pertukaran informasi. Ketidaksiapan atau ketiadaan perhatian dalam aspek ini sungguh terasa akhir-akhir ini media sosial, jenis media berbasis teknologi informasi yang justru sekarang diusung sebagai dewa penyelamat atau tulang punggung proses belajar mengajar di masa pandemi.

Tebaran berita bohong sungguh telah menebar perangkap-perangkap pembodohan. Penyebaran tersebut dilakukan sebagian besar pasti oleh mereka yang pernah mengenyam pendidikan dan sebagian oleh mereka yang sedang dalam proses pendidikan. Proses pendidikan di sini dimaksudkan adalah proses pendidikan formal yang diatur dalam jenjang dan jumlah tahun belajar dan karenanya mengenyampingkan konsep bahwa pendidikan sebenarnya berlangsung seumur hidup. Cara berbagi, rasa tanggungjawab yang melandasi tindakan berbagi dan bahkan cara menerima dan merespon asupan informasi bukankah menampakkan gejala betapa tingkat literasi masyarakat kita sangat rendah? Dan itu adalah produk pendidikan beberapa dan bertahun-tahun sebelumnya.

Fenomena tersebut sebenarnya menuntut tanggung jawab pendidikan untuk menjelaskan kenapa kecerdasan masyarakat kita di era digital tidak mampu menginternalisasi kemudahan teknologi dan alih-alih justru menjadikannya, sadar atau tidak sadar, sebagai ladang eksploitasi kedunguan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun