Tanggal 11 Juli 2017, kebakaran hebat melanda Bala Puti, Istana Sultan Sumbawa yang sering disebut sebagai Wisma Daerah. Api melahap habis lantai 2 yang bahan utama bangunannya adalah kayu. Pemerintah Kabupaten Sumbawa merespon cepat kejadian ini dengan menurunkan tim menginventarisasi, merencanakan kembali serta memproses pemugaran dengan sumber anggaran terutama dari APBD Kab. Sumbawa. Pemugaran dilakukan dengan pendekatan Restorasi dan direncanakan rampung dalam 3 tahun atau selesai pada tahun 2020. Kebutuhan biaya untuk restorasi diprediksi mencapai Rp. 30 Miliar.
Musibah terbakarnya Bala Puti telah membangkitkan kembali rasa ke-Sumbawa-an semua kalangan di daerah. Seketika pula warisan sejarah kesultanan yang lain yaitu Dalam Loka menjadi atensi publik terkait upaya perlindungannya. Dalam Loka sepenuhnya menggunakan bahan dari kayu sehingga dengan melihat kejadian kebakaran Bala Puti, maka potensi terjadinya kejadian serupa di Dalam Loka dipandang lebih besar.
Selain isu pelestarian warisan sejarah, upaya restorasi dan sejenisnya pada obyek seperti Bala Puti dan Dalam Loka memantik pertanyaan yang lebih mendasar yaitu dengan besarnya alokasi anggaran yang dibutuhkan, manfaat apa sebenarnya yang bisa diperoleh dari investasi tersebut?
Bala Puti dan Nilai Sejarahnya bagi Daerah
Bala Puti (Bahasa Sumbawa : Istana Putih) digagas pada tahun 1931 oleh Sultan Muhammad Kaharuddin III sebagai simbol dan pusat pemerintahan modern untuk melengkapi 2 (dua) istana yang sebelumya sudah berdiri yaitu Dalam Loka (pusat pemerintahan kesultanan) dan Bala Kuning (kediaman pribadi Sultan). Arsitektur Bala Puti yang terinspirasi arsitektur Perancis dan memiliki orientasi arah Utara-Selatan sebagaimana juga Dalam Loka, namun Bala Puti menghadap ke Utara berlawanan dengan Dalam Loka yang mengarah ke Selatan, ini selesai dibangun pada tahun 1934.
Melihat usianya maka Bala Puti memenuhi kriteria sebagai Cagar Budaya sebagaimana diatur dalam UU 11/2010 tentang Cagar Budaya yang menetapkan kriteria usia bangunan minimal 50 tahun.
Selain sebagai tonggak keinginan membentuk pemerintahan yang modern, pembangunan Bala Puti juga sebenarnya memiliki alasan romantis di belakangnya yatu sebagai bukti cinta Sultan kepada permaisurinya yang berasal dari Kesultanan Bima. Latar politik konsolidasi digabung dengan latar asmara dalam suatu bentang geografis merupakan lahan penelitian menarik yang membutuhkan pendalaman lebih lanjut.
Memahami kenapa suatu tinggalan bersejarah itu penting dan faktor apa saja yang membuatnya menjadi penting adalah landasan utama. Perubahan merupakan keniscayaan dalam sejarah baik karena faktor alami maupun karena alasan sosial ekonomi dan teknologi. Sebagian kalangan menekankan bahwa yang penting adalah mengelola perubahan tersebut.
Michael Ross (1996) dalam Planning and the Heritage, Policy and Procedures, menyebut bahwa terdapat paling tidak 3 (tiga) alasan kenapa melakukan konservasi terhadap bangunan yang dianggap terbaik yaitu alasan arkeologis, alasan keindahan dan alasan sosial.
1. Alasan arkeologis berhubungan dengan kecenderungan manusia untuk menjaga sesuatu yang dianggap menarik dari sisi sejarah, atau dengan kata lain adanya keinginan untuk menjaga sesuatu yang berasal dari masa lalu. Pengalaman untuk membandingkan sendiri gaya/cara hidup nenek moyang dan apa yang kita lakukan dewasa ini merupakan salah satu alasan orang mengunjungi pedesaan atau museum. Motif arkeologis percaya bahwa masa lalu dapat menghasilkan sesuatu untuk masa kini.