Mohon tunggu...
amin yeremia siahaan
amin yeremia siahaan Mohon Tunggu... Lainnya - penyuka buka fiksi dan sejarah...

Historia Magistra Vitae

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pak Tua di Pos Keamanan

6 Januari 2019   00:36 Diperbarui: 6 Januari 2019   00:49 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku menempati rumah baru di satu komplek perumahan yang dibangun pertengahan tahun 80-an. Di depannya ada pos keamanan berukuran kecil. Di dalamnya hanya ada sepasang meja kayu dan bangku plastik. Seharusnya aku merasa senang karena ada yang mengawasi rumah. Tetapi, aku sudah merasakan keganjilan sejak hari pertama pindah. Pos kecil itu ditempati Pak Tua. Bukan petugas keamanan. Dia selalu bersikap ramah dan selalu membalas senyum. Dia sudah ada di pos mulai pagi dan duduk di situ seharian. Ia baru beranjak pulang ketika azan magrib. Rumahnya hanya berjarak dua rumah dari rumahku. Aktivitas selama di pos adalah menyapa setiap orang yang lewat, dan jika orang itu tertarik untuk diajak mengobrol, maka dia akan senang untuk cerita tentang banyak hal.

Suatu hari aku memberanikan diri menemuinya. Aku cerita tentang keluarga dan pekerjaan. Sedangkan dia cerita soal hidupnya di masa lalu. Ia berasal dari wilayah Timur. Merantau ke ibukota tidak lama setelah kejadian penculikan para jenderal. Bekerja di kantor kontraktor kenalan bapaknya. Tidak lama kemudian menikah dengan gadis Jawa. Punya empat anak, sepasang laki-laki dan perempuan. Semuanya sudah menikah dan memberinya lima cucu, dua perempuan dan tiga laki-laki. Semua anaknya bekerja di perusahaan mentereng dan menduduki posisi strategis. Ia satu rumah dengan istrinya dan anak bungsunya tetapi belum memiliki anak. Ia pensiun dengan pengalaman kerja berkeliling dari satu pulau ke pulau lainnya. Dari barat ke timur Indonesia. Ia puas dengan pekerjaannya membangun jalan. Membuka isolasi, menghubungkan satu desa dengan desa lainnya. Ia merasa pekerjaannya mulia karena bisa membantu banyak orang.

Ia pensiun dengan pesangon besar. Sebagian digunakan untuk membeli tanah di kampung halamannya. Tanah itu dipersiapkan sebagai kuburan keluarga besarnya. Idenya ini ditolak istri dan anak-anaknya. Tanah kuburan di Jakarta dan sekitarnya masih tersedia. Bawa jenasah ke kampung hanya bikin repot dan menyusahkan untuk dijenguk. Tetapi, ia tidak peduli. Ia berasal dari kampung dan harus kembali ke kampung.

Berbincang dengannya mengasyikkan. Sejak hari itu, aku selalu menyempatkan diri diskusi dengannya. Dan selalu saja ada hal baru yang dia ceritakan. Ini membuat aku tidak bosan. Selalu ingin bertamu ke pos.

"Sejak kapan Bapak menguasai pos ini", tanyaku sembari tertawa kecil.

"Pos ini sejak awal adalah kesalahan."

"Kenapa?" tanyaku heran.

"Karena pos ini dibangun bukan dekat akses pintu masuk-keluar perumahan. Buat apa ada petugas di sini. Toh, ia tidak bisa melihat dengan teliti siapa saja yang masuk dan keluar. Pos itu fungsinya sebagai pencegahan. Dan pencegahan yang paling efektif adalah mendirikan pos keamanan di dekat gerbang masuk komplek."

Jawabannya logis. Komplek perumahan kami cukup luas. Terdiri dari enam blok yang totalnya ratusan rumah. Hanya ada dua gerbang utama yang keduanya terdapat pos keamanan lengkap dengan petugasnya. Komplek berbatasan dengan perumahan penduduk yang sudah ada terlebih dahulu. Dulunya masih ada tanah kosong di pinggiran komplek, tetapi kini sudah dipenuhi bangunan rumah, termasuk kontrakan dan kos yang dihuni mayoritas pekerja pabrik. Akibatnya, muncul jalan tikus yang menghubungkan komplek dan rumah warga.

"Jadi nggak pernah ada petugas yang mangkal di sini, ya pak?"

"Ya, hanya sekadar mampir, cerita-cerita sebentar sambil ngopi, setelah itu balik lagi ke pos di depan. Selebihnya, ya saya, orang-orang yang mau mampir, termasuk ya, kamu," jawabnya sambil tertawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun