Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... bidang Ekonomi

Penceèdas Bangsa dan Pengamat Ekonomi Sumatera Selatan

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Mini Market Masjid Antara Tujuan Mulia dan Tantangan ?

19 Juli 2025   08:17 Diperbarui: 19 Juli 2025   08:17 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Amidi

 


Rencana Menteri  Agama  Bapak Nazaruddin Umar untuk menjadikan masjid sebagai pusat ekonomi atau  tempat perberdayaan  ekonomi umat harus  di dukung dan di beri apresiasi.


Masjid di negeri ini yang jumlahnya sudah mencapai 800 unit  tersebut akan dijadikan tempat untuk merealisasikan pemberdayaan ekonomi umat, hal ini disampaikan Bapak Nazaruddin Umar  saat memberikan pidato dalam acara  peluncuran State of the Global Islamic Ecomomy Report 2024/2025 di Gedung Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta (lihat cnbcindonesia.com, 09 Juli 2025).


Salah satu bentuk pemberdayaan ekonomi umat tersebut, Menteri Agama akan mendirikan/membuka mini market   di masjid-masjid. Rencana ini bertujuan agar masjid  tidak hanya sebagai  tempat beribadah, tetapi bisa juga menjadi pusat kegiatan ekonomi  yang dapat menyaingi mini market konvensional. Menteri Agama meyakini bahwa jika sistem ini, "mini market"  tersebut akan berhasil dan berpotensi dapat bersaing dengan mini market konvensional yang ada. (lihat Ringkasan AI) .

Mengacu Pada Pengalaman.

 

Bila mengacu pada pengalaman, selama ini memang hadirnya mini market konvensional yang dilakoni oleh masyarakat secara pribadi lamban berkembang. Namun, begitu hadirnya mini market atau gerai ritel modern di ruang publik atau di sudut-sudut kota terlihat sangat cepat perkembangannya, sehingga saat ini mereka  sudah merambah ke daerah-daerah dan ke pelosok-pelosok.

Dengan mengacu pada kesuksesan ritel modern, terutama dua ritel modern  yang hadir di negeri ini, yang sudah terkenal dan memiliki brand selama ini,  tidak heran pemilik ritel modern asing pun ikut meramaikan belantika dunia pe-ritel-an (ritel modern) di negeri ini. Sebelumnya anak negeri ini  hanya disuguhkan dua ritel modern raksasa, Indomaret dan Alfamart, kini anak negeri ini sudah disuguhkan lagi beberapa ritel modern lain,  seperti Alfa Midi, Seven Eleven dan beberapa ritel modern yang juga tergabung dalam group ritel modern yang sudah ada.

 

Kondisi ini menunjukkan bahwa , dunia pe-ritel-an (ritel modern) atau mini market yang sudah ada dan tersebar    di negeri ini, mengalami kemajuan yang pesat. Berkaca dari keberadaan ritel modern atau mini market yang sudah ada, tidak ada salahnya jika ada pihak yang akan mengembangkan unit bisnis yang sama dengan tujuan mulia tersebut, seperti rencana Menteri Agama yang akan mendirikan mini market di masjid-masijid tersebut.

 

Pasca pandemi, sebanarnya di negeri ini sudah ada ritel modern yang mencoba untuk menyaingi   ritel modern yang sudah digandrungi. Dalam tempo yang tidak lama dari mulai hadirnya ritel modern melik anak negeri ini  tersebut, mereka sudah dapat merambah ke berbagai sudut kota di negeri ini, sehingga menambah semarak pe-ritel-an (ritel modern) di negeri ini.

Di pasar mulai terlihat  "pemain lama" dan "pemain baru" meramaikan pasar dan saling berlomba-lomba membuka dan mengembangkan unit bisnis di bidang ritel masing-masing. Dalam hal ini mulai terjadi persaingan yang ketat antar ritel modern tersebut, mulai timbul  permasalahan melanda pelaku bisnis ritel modern yang dilakoni anak negeri ini.

Berkaca dari pengalaman ini, tidak ada salahnya kalau sebelum mendirikan mini market di masjid tersebut, pengalaman ini dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk memformat unit bisnis yang akan kita buka dimasjid-masjid tersebut.

 

Jangan Emosi!

 

Persaingan dalam dunia bisnis itu biasa, namun yang menjadi permasalahan itu, jika persaingan di dorong oleh "rasa emosi". Saya mencermati, ada kesan bahwa ritel mdern milik anak negeri ini selaku pendatang baru pada saat itu   di dorong oleh "rasa emosi".  Salah satu misi dari hadirnya ritel modern baru milik anak negeri ini tersebut dengan maksud  mengimbangi ritel modern besar yang sudah ada. 

Memang ritel modern milik anak negeri ini tersebut diformat degan konsep bagi hasil kepada para penanam saham sesama anak negeri ini, yang akan mendukung keinginan kita untuk memberdayakan pelaku bisnis lokal, sehingga keberadaanya diharapkan lebh cepat maju dan berkembang. Namun, karena kentalnya dorongan rasa emosi, sehingga ritel modern yang satu ini tidak bisa bertahan lama.

 

Bila kita simak, mengapa demikian, setidaknya ada dua penyebab dominan yang melatarinya. Pertama, karena ritel modern yang satu ini tidak bisa bersaing, baik dari sisi harga maupun service dan kelengkapan produk-nya. Kedua, karena ritel modern yang satu ini juga masih tergantung dengan "distributor group ritel modern kuat" yang sudah besar/mapan/eksis tersebut, terutama dalam hal penyediaan/pembelian produk yang akan dijualnya kembali tersebut.

Dengan demikian, jelas dari sisi harga,  ritel modern yang satu ini  tidak bisa bersaing dengan ritel modern yang sudah besar/mapan/eksis tersebut, karena harga produk (untuk dijual kembali)  yang dibeli oleh ritel yang satu ini ke grosir (gosir yang merupakan group ritel yang sudah besar/mapan/eksis) tersebut akan lebih tinggi dari pada harga beli produk (untuk dijual kembali)  yang dibeli oleh  ritel modern yang sudah besar/mapan/eksis  pada grosir yang pemilkiknya  adalah   group ritel modern yang sudah besar/mapan/eksis  itu sendiri.

Dengan demikian, jelas harga jual barang-barang  pada ritel modern milik anak negeri ini  tersebut akan  kalah bersaing dengan harga jual barang-barang pada ritel modern yang sudah besar/mapan/eksis tersebut, yang membuat konsumen enggan untuk berbelanja pada-nya, wajar kalau ritel modern milik anak negeri ini tersebut tidak bisa bertahan lama.

Terlepas dari adanya harapan agar konsumen lebih mempertimbangkan aspek "tertentu", sehingga mereka akan menyerbu gerai ritel modern  milik anak negeri ini tersebut, yang jelas pasar tidak bisa di dekte,  konsumen tetap saja mengedepankan pertimbangan harga,  yang lebih murah lah yang mereka "serbu".

Belum lagi, adanya  informasi bahwa masalah komitmen rekan-rekan yang menanam saham  pada ritel modern miiik anak negeri ini, berdasarkan informasi dilapangan, terkadang mereka saja tidak membeli produk pada ritel modern itu, mereka justru membeli pada unit ritel modern yang sudah tergolong besar/mapan/eksis tersebut, wajar kalau mereka dihadapkan pada persaingan yang semakin ketat.

Apalagi adanya langkah pengembangan yang dilakukan pesaiang. Pada saat itu mereka   terus memperbanyak gerai nya, tidak heran setiap sudut kota dan daerah di negeri ini terdapat gerai mereka. Apalagi memang sebelumnya mereka sudah menetapkan  program 1000 gerai.

Bagaimana sebaiknya?


Sekali lagi, rencana menteri agama untuk membuka mini mareket di masjid-masjid tersebut harus  di dukung, untuk itu setidaknya, semua phak yang akan terlibat dalam "melahirkan" mini market masjid tersebut harus mengacu pada pengamalam tersebut, tidak boleh menonjolkan "rasa emosi" semata, dan kehadirannya nanti harus di dukung oleh SDM yang handal dan berjiwa bisnis.

Melakoni unit usaha memang harus "telaten", "sabar" dan "optimis", kesampingkan "rasa emosi" apalagi "rasa pesimis". Jika kita ingin  unit usaha kita tetap eksis, setidaknya kita harus pandai-pandai membaca situasi dan kondisi yang ada serta harus terus mempelajari apa "mau-nya" konsumen. Bukankah konsumen adalaah raja,  harus dilayani dan harus diikuti apa yang mereka butuhkan/inginkan.

Jika kita ingin mini market  kita tetap bertahan berdampingan dengan ritel modern kuat yang sudah besar/mapan/eksis dan atau sudah lebih dahulu maju dan berkembang, usahakan kita dapat menyediakan ragam produk yang dibutuhkan konsumen, harga bersaing, service memuaskan, dan sedapat mungkin menciptakan "keunikan" tersendiri.

Kemudian gerai ritel yang akan  kita buka nanti, ternyata tidak hanya berupa gerai ritel saja, tetapi ia pun ternyata harus dilengkapi dengan produk pelengkap, seperti pojok makanan dan minuman yang bisa langsung disantap ditempat atau pojok-pojok yang bisa dimanfaatkan konsumen untuk bersantai sejenak selepas berlelanja atau sekedar mampir sejenak dan harus ada wifi untuk mendoorng konsumen tertarik berkunjung dan berbelanja.

Kuncinya adalah langkah antisipasi "perubahan", "pembaharuan", baik dari sisi produk maupun dari sisi service dan  dari sisi sistem bisnis yang dijalankan (online). Kita sudah menyaksikan sendiri, ada ritel modern yang tutup (lihat kontan.co.id,  23 Mei 2025), karena kalah bersaing antar mereka dan kalah bersaing adanya sistem penjualan online.


Terakhir yang tidak kalah pentingnya kita lakukan selaku pendatang baru  adalah bagaimana agar unit bisnis kita dapat menciptakan merek dan atau brand yang akan terpatri dibenak konsumen, sehingga kita mampu merebut hati konsumen untuk pindah ke lain hati. Hal ini, tentu harus di dukung dengan sesuatu yang baru, sesuatu yang memberi nilai lebih. Saya yakin jika mini-market masjid tersebut diformat dengan nuansa agama dan pelayanan yang agamanis, maka ia akan memberi nilai tersediri dihati konsumen. Selamat Berjuang!!!!


 


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun