Emosi negatif yang kita ungkapkan lewat perkataan bisa merusak perasaan pasangan. Jika berlebihan, salah-salah memisahkan. Itulah perlunya menguasai tata kelola rasa. Itu bukan hal asing karena, sebenarnya, kita sudah sering mendengar istilah manajemen amarah (anger management).
Individu yang memiliki kecerdasan emosional akan mengetahui kondisi hati, tahu cara mengekspresikan perasaan, dan dapat mengontrol emosi. Jika kita cerdas secara emosional, banyak manfaat yang bisa kita petik dalam kehidupan sehari-hari.
Perlu kita ingat, kecerdasan emosional bukan pengetahuan yang bisa kita dapatkan di bangku kuliah. Banyak orang yang cerdas secara akademik, tetapi bebal secara emosional. Mereka akhirnya sering gagal di tempat kerja. Sering pula gagal dalam menjalin hubungan dengan orang tercinta.
Mendalami Manajemen Marah
Apakah karena jabatanmu lebih tinggi maka kamu merasa pantas memarahi dan memaki orang yang jabatannya lebih rendah darimu di depan banyak orang? Jika kamu seperti itu, ada yang korslet pada kabel empatimu.
Apakah karena kamu lulusan kampus tersohor maka kamu merasa sah-sah saja mendamprat dan menindas bawahanmu yang lulusan perguruan tinggi tidak tersohor? Jika kamu seperti itu, ada urat simpatimu yang putus.
Apakah pantas karena parasmu rupawan, hartamu berlimpah, gelarmu berderet, atau jabatanmu tinggi sehingga kamu mencaci dan menghina bawahan atau rekan kerjamu di depan banyak orang? Jika kamu seperti itu, otot sopan santunmu sudah rusak parah.
Sebenarnya, kuliah di mana pun tidak akan membuatmu fasih berempati dan bersimpati pada orang lain. Serupawan dan sehartawan apa pun kamu, tidak menjamin hatimu akan peka terhadap perasaan dan harga diri orang lain.
Orang yang memilih diam ketika mendapat perlakuan tidak manusiawi, seperti dimarahi atau dicaci di depan umum, bukan berarti mereka bodoh. Sebenarnya mereka pintar mengendalikan amarah.
Mereka tahu kapan harus berbicara, bagaimana mengatakan isi hati, dan apa efek lidah bagi perasaan orang lain. Mereka memahami asertivitas atau kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan keinginan kepada orang lain secara langsung, jujur, dan terbuka dengan tetap menghargai orang lain.
Sayangnya, manajemen amarah bukan ilmu yang mudah dikuasai. Dasar-dasarnya saja sudah ribet. Kamu harus lebih dulu tahu peristiwa yang memantik marah (anger trigger).Â
Lalu, harus mau menakar tingkat kemarahan sesuai dengan situasi pemicunya (anger meter). Terakhir, harus mampu merancang cara mengontrol amarah secara saksama dan dalam tempo yang singkat (anger control plans).