Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidya_ Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ujian Nasional, Sensasi Kompetensi dan Kompetisi

15 Desember 2019   21:11 Diperbarui: 16 Desember 2019   13:40 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMPN 11 Kota Bekasi, Senin (22/4/2019).| Sumber: Kompas.con/Dean Pahrevi

Tanpa sadar, UN menempatkan siswa dalam posisi serbasalah. Tidak belajar alamat terancam tidak lulus UN. Terlalu fokus pada mata pelajaran (mapel) dalam UN alamat abai pada mapel lain. Seperti disodori buah simalakama, tidak tersedia pilihan yang enak.

Padahal kalau kita mau berlapang dada, UN sedikit pun tidak menjamin siswa pasti mampu menempatkan nilai-nilai pengetahuan dalam memecahkan problem hidup sehari-hari. 

UN juga tidak memastikan siswa pasti sanggup menghadapi situasi di dunia kerja selepas sekolah, sekalipun nilai UN selangit.

Nahasnya, siswa digiring untuk berpikir pendek dan apatis. Masa bodoh dengan kejujuran, yang penting lulus UN. 

Siswa terpaksa ikut bimbel, les privat, uji coba (try-out), hingga seluruh waktu siswa tersita hanya untuk UN. Ujung-ujungnya frustrasi. Siswa yang cerdas saja stres, apalagi siswa yang setengah cerdas dan sedikit cerdas.

Lembaga sekolah ikut-ikutan bermasa bodoh. Alasannya sederhana, siswa gagal lulus UN berarti sekolah ikut gagal. Akhirnya sekolah mengambil jalan pintas. Alih-alih menjalankan kewajiban mengembangkan potensi siswa, sekolah malah sibuk memperjuangkan agar 100% siswanya lulus UN.

Dalam karya ilmiahnya yang mengulas sisik-melik UN (2007:129), Keksi Girindra Swasti menyatakan, "Ada banyak masalah yang muncul dengan diterapkannya kebijakan tersebut (UN). Soal ujian yang bocor sebelum ujian dilaksanakan, kunci jawaban yang tersebar, hingga guru yang nekat membetulkan jawaban siswanya."

Kajian Keksi bukanlah pepesan kosong. Tidak dapat dimungkiri, UN telah memantik kecemasan siswa, sekolah, dan pemerintah daerah. 

Dampaknya luar biasa bagi siswa, sebab beban yang dipikul makin berat. Tidak heran jika ada siswa yang frustrasi, ketakutan berlebihan, bahkan ada yang sampai bunuh diri.

Sungguh berat beban yang ditanggung oleh siswa, karena di pundaknya terletak nama baik sekolah dan daerah. Demi nama baik itulah bermunculan praktik kecurangan. 

Sia-sialah slogan "dilarang menyontek" yang setiap hari didengung-dengungkan di ruang belajar. Semua percuma karena guru dan sekolah ikut ambil bagian dalam praktik kecurangan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun