Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidya_ Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketika Hati Makin Tumpul

5 Desember 2019   21:02 Diperbarui: 6 Desember 2019   05:14 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (sumber: pixabay.com/cdd20)

Apa jadinya jika hati kita makin tumpul? Itu pertanyaan sederhana, tetapi beberapa hari ini sempat mengusik benak saya dan membuat saya tercenung.

Makin saya cari-cari jawabannya makin gelisah batin saya. Rasa gelisah itu begitu kuat sampai-sampai saya susah memejamkan mata ketika ingin tidur.

Sekarang, coba sejenak kalian tanyakan kepada diri kalian. Apa jadinya jika hati kita makin tumpul? Biarkan pertanyaan itu mengendap di tempurung kepala kalian, menggedor jantung kalian, bahkan hingga membuat kalian menggeleng-gelengkan kepala ketika menggambarkan dalam angan-angan saat semua orang di sekitar kalian kehilangan rasa empati dan simpati.

Belakangan ini saya terkadang memilih menjadi pendiam, banyak mengalah, tidak banyak berbicara, dan seakan-akan menutup mata atau tidak mau tahu atas situasi dalam lingkaran keseharian saya.

Dan, ternyata menjadi pendiam itu sangatlah penting pada titik kondisi tertentu. Dari sikap berdiam diri itu saya dapat membaca, mengenali, dan mengetahui karakter orang-orang yang berada dalam lingkaran saya.

Ke Mana Perginya Empati Kita?
Itu pertanyaan kedua. Pertanyaan yang saya saring dari hasil amatan dan endapan renungan atas peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar saya. 

Rupa-rupa tabiat orang-orang di sekeliling saya. Ada yang ingin bersinar atau menang sendiri sampai-sampai mereka yang bersikap seperti itu seperti menutup pintu potensi bagi orang lain untuk maju. Pokoknya, dia sendiri yang ingin maju, bersinar, dan mendapat aplaus.

Ada pula yang berkarakter tidak mau mengalah atau mengaku salah. Apalagi mengaku kalah. Pokoknya, dia selalu benar dan orang lain selalu salah. Pokoknya, apa pun yang berasal dari dirinya pasti benar dan apa saja yang berasal dari orang lain pasti salah.

Mereka yang bertabiat seperti itu bahkan sanggup menjatuhkan orang lain, sekalipun orang yang dia jatuhkan sama sekali tidak menyimpan niat jahat kepadanya.

Ada juga orang yang senang sekali melimpahkan tugas dan tanggung jawabnya kepada orang lain, dalam hal ini kepada orang yang berada di bawah posisi atau jabatannya, kemudian berkoar ke mana-mana bahwa dia sendirilah yang mengerjakan tugas tersebut. Pokoknya, semua yang bagus-bagus adalah hasil kerjanya. 

Jika pekerjaan yang ia limpahkan tidak sesuai dengan harapan atau bayangannya, ia sewot luar biasa. Ketika orang yang dia suruh ternyata bekerja dengan baik, tak ada sedikit pun apresiasi. Jangankan bonus, ucapan terima kasih pun tidak terdengar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun