Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidyaa Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sastra Indonesia di Mata Pelajar Asing

13 September 2018   08:09 Diperbarui: 13 September 2018   08:53 1766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua buku hadiah untuk siswa yang menemani saya membaca puisi | Dokpri

Langit di atas Sekolah Bogor Raya sangat cerah. Matahari leluasa mencurahkan cahayanya ke bumi karena tiada segumpal awan pun yang menghalang. Jumat, 7 September 2018. Saya berada di sekolah internasional itu demi menghadiri undangan peringatan Hari Literasi Internasional.

Pak Adi, guru Bahasa dan Sastra Indonesia, menyambut saya dengan senyum riang dan sapaan ringan penuh semangat. Baru pukul 08.30. Acara akan digelar pada pukul 09.50. Masih ada waktu sejam lebih untuk mempersiapkan diri, mematut wajah, dan menikmati debur-debur dada.

Namun, saya diantar ke ruang guru. Para guru menyambut dan menyapa saya dengan hangat. Bukan perasaan melambung seperti bintang tamu menghadiri satu acara, melainkan degup-degup di dada yang makin kencang. Saya sering merasa seperti ini setiap akan mengisi acara. Apa pun itu.

Setelah percakapan ringan tentang sekolah yang lebih kerap memakai bahasa asing ketimbang bahasa Indonesia, tentang murid-murid yang penuh rasa ingin tahu, tentang kedekatan emosional antara guru dan murid, tentang hal-hal yang kerap saya tanyakan sebagai bahan materi, tibalah saat menepi di toilet.

Sisa 15 menit. Dalam situasi tertentu, seperempat jam dapat terasa amat lama. Dalam suasana menjelang acara, seperempat jam itu serasa hanya semenit. Singkat sekali. Mepet sekali. Saya hanya merapikan rambut dan menenangkan cemas.

Peringatan Hari Literasi Internasional di Sekolah Bogor Raya | Sumber: Rekam layar Cerita Instagram SBR
Peringatan Hari Literasi Internasional di Sekolah Bogor Raya | Sumber: Rekam layar Cerita Instagram SBR
Tibalah saya di aula. Sekira 250 murid SMP dan SMA sudah menanti. Sebagian besar duduk bersila di atas hamparan karpet biru, sebagian di balkon dengan mata tercurah ke panggung. Guru-guru juga sudah menunggu. Mereka duduk berjajar di kursi-kursi yang ditata rapi di belakang dan di samping siswa.

Sepasang pewara, Vaneesa dan Fritz Sebastian, mempersilakan saya duduk di kursi yang telah disediakan. Mereka kocak. Keduanya sudah duduk di kelas XII. Begitu informasi dari Pak Adi sewaktu kami mengobrol di ruang guru. Suasana ramai. Gegap gempita. Seketika rasa gugup saya hilang begitu saja.

Waktu serasa amat berharga. Tepat pukul 09.50, pewara sudah membuka acara. Sepasang pewara bercuap-cuap membuka acara dengan nada riang.

Acara dimulai. Sekelompok guru menampilkan musikalisasi puisi. Guru-guru di SBR memang dituntut harus berani tampil di hadapan siswa. Uniknya, siswa-siswa terlihat antuasias menyaksikan penampilan gurunya.

Dalam komunikasi sehari-hari di lingkungan sekolah memang bahasa asing yang lebih sering digunakan. Terutama bahasa Inggris. Siswa asli Indonesia pun berbahasa Inggris. 

Saya teringat informasi dari seorang guru bahwa biasanya siswa warga Indonesia yang bersekolah di sana memang terbiasa menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari. 

Artinya, bahasa Inggris adalah bahasa ibu mereka. Seperti orang Jawa dengan bahasa Jawa, orang Sunda dengan bahasa Sunda, dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun