Mohon tunggu...
Amelia Susanti
Amelia Susanti Mohon Tunggu... Penulis - Pecandu Kata

Talang rasaku hampir penuh, mari bantu mewadah rasa bersamaku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Bentuk Penerimaan

18 November 2019   09:08 Diperbarui: 18 November 2019   10:29 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa itu menerima? Seberapa lapang kita mampu menerima sesuatu? Dan.. Yakinkah yang kita terima adalah suatu penerimaan yang indah? 

Apa yang ada dihadapanmu kini adalah seseorang yang 'mungkin' menjadi peng-harapanmu untuk kemudian menjadi masa depanmu. Masa dimana, Ia menjadi satu-satunya seseorang yang kan menemanimu duduk dan tertawa dimeja makan, menemanimu berjalan santai mencari keperluan, menemanimu bercerita hingga tidur terlelap, dan esoknya bahkan seterusnya tetap ia yang kau tengok bahwa ia ada dan kau benar-benar menjalani hari bersamanya. Tentu atas ridho-Nya.

Lalu, apakah semua berjalan dengan sendirinya? Tidak.

Nyatanya kita harus membuka kunci dari pintu yang akan menjadi segala cinta serta kasih sayang masuk untuk hinggap dan tinggal

 Apa kuncinya? "menerima". Jawabku.

Mustahil seseorang yang hidup tak memilimi masalalu. Kau pun juga memiliki kan? Sama akupun.

Hampir sebagian wanita, tak perduli masalalu dari si"pasangannya", memilih untuk 'bodo amat' ketimbang mendengarkan dan memaknai dari tiap cerita, yang mungkin, bisa jadi untuk pelajaran atas hubungan kita, atau suatu hal yang bisa kita 'terima' dan beranggapan 'oh baik, ternyata seseorang dihadapanku ini seperti ini, dan seseorang yang pernah bersamanya, dulu begini, begitu, blablabla dll', hingga akhirnya pun kita mampu berkata 'itu dulu, aku dan dia adalah satu pasang manusia yang menjalani kehidupan dengan pengharapan lebih baik sekarang'.

Entah, bagaimana seorang pria mampu dengan tenang menjelaskan itu semua. Entah karena Ia berfikir Aku adalah wanita dengan kekuatan super , atau Ia fikir hatiku tidak pernah sama dengan seseorang dimasalalunya, sehingga Ia merasa 'bebas' bercerita tanpa jeda akan semua itu. Nyatanya benar, Aku menerima ditiap ceritanya. 

Menerima bahwa kita adalah manusia biasa. Pernah membuat kesalahan, pernah memiliki cerita paling manis di masalalu, pernah merasa paling hancur, pernah memprioritaskan "dia" yang pernah ia miliki, pernah meyakini pengharapan paling indah dimasalalu.

Dan itu, aku terima.

Dengan harapan bahwa semua akan baik-baik saja nantinya. Ia yang sekarang ada dihadapanku ini menjadi objek dalam setiap do'a-do'a dan harapanku. Dimana, kami menunggu bahwa Tuhan benar-benar memutuskan tali pengharapan, dan menjatuhkan ia padaku, serta sebaliknya, Aku padanya. Sebab pemilik takdir yang paling mutlak adalah Allah SWT.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun