Mohon tunggu...
Amelia Meidyawati
Amelia Meidyawati Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswi Magister Akuntansi Dosen Prof. Dr. Apollo M.Si.Ak. NIM 55520120009 AMELIA MEIDYAWATI Universitas Mercubuana Jakarta

Penggemar Perpajakan yang selalu antusias menyelami ilmu baru... Mahasiswi Magister Akuntansi Dosen Prof. Dr. Apollo M.Si.Ak. NIM 55520120009 AMELIA MEIDYAWATI Universitas Mercubuana Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pajak Internasional: Memahami Lebih Dalam Jurnal Siwook Lee & Daeyong Kim

10 April 2022   23:17 Diperbarui: 10 April 2022   23:21 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam jurnal berjudul "The Impact of Tax Treaties on Foreign Direct Investment: The Evidence Reconsidered" yang di tulis oleh Lee Siwook dan Kim Daeyong, menyebutkan: "The existing empirical literature often reports a non-significant or even negative impact of tax treaties on foreign direct investment. Such mixed evidence stokes controversy over the validity of tax treaties. This paper reconsiders the empirical evidence for the relationship between tax treaties and FDI, using U.S. outbound FDI to 78 countries over the period 2007--2018. Unlike previous studies, this one explicitly controls for differences in the tax environments of recipient economies, including tax haven status, transfer pricing rules, CFC rules, anti-avoidance regulations and corporate income tax rates, in the estimation. Our results confirm the importance of controlling for country-specific tax environments, especially tax haven status and transfer pricing rules, to avoid omitted variable bias. We find that tax treaties positively contribute to FDI inflow in developing countries, while they have no statistically significant impacts to OECD countries. Recently signed tax treaties still foster FDI but less than older ones do. Finally, our results indicate that, other things being equal, the weaker the transfer pricing regulations, the greater the amount of U.S direct investment into a recipient country."

Foreign Direct Investment (FDI) secara luas dianggap sebagai salah satu pendorong penting pertumbuhan ekonomi dan merupakan solusi yang menggabungkan sumber daya investasi, pengetahuan teknis, dan pengalaman manajemen (de Mello, 1997). Menghadapi hal ini, banyak negara berlomba-lomba menarik investasi asing langsung dengan memberikan insentif yang menguntungkan bagi investor asing. Selain itu, negara-negara berpartisipasi dalam perjanjian ekonomi bilateral dan/atau multilateral seperti: Perjanjian pajak, perjanjian investasi, dan perjanjian perdagangan preferensial untuk meyakinkan investor asing tentang kepatuhan terhadap standar praktik perdagangan dan investasi global.

Di antara perjanjian-perjanjian ini, perjanjian pajak bertujuan untuk meningkatkan hambatan  pajak terhadap perdagangan dan investasi lintas batas. Tujuan utama dari perjanjian pajak adalah untuk menghindari pajak berganda atas pendapatan oleh beberapa yurisdiksi, tetapi juga mencakup masalah lain seperti pencegahan penghindaran pajak, perpajakan yang berlebihan dan diskriminasi pajak.

Dalam menghadapi percepatan globalisasi dan digitalisasi, peran perusahaan multinasional  berkembang dan transaksi internasional menjadi semakin  tidak berwujud. Transformasi digital transaksi lintas batas saat ini mendorong munculnya berbagai metode penghindaran pajak dan penghindaran pajak lintas batas. Perusahaan multinasional dapat menyalahgunakan perjanjian pajak "penerbitan perjanjian" untuk menghindari perpajakan, menyebabkan apa yang disebut "masalah pajak berganda". Akibatnya, masalah pajak lintas batas menjadi lebih kompleks dan sistem perjanjian pajak saat ini tidak cukup merespons perubahan ini.

Perjanjian pajak terutama ditujukan untuk menangani pajak berganda dengan membatasi perpajakan di negara sumber atas penghasilan yang tidak diperoleh dari bentuk usaha tetap di negara tersebut. Dengan kata lain, mereka mengalihkan hak pajak dari negara asal ke negara domisili investor dengan mengorbankan pendapatan pajak negara asal.

Jurnal tersebut secara realitas menyelidiki interaksi antara tax treaty & FDI, memakai FDI keluar AS ke 78 negara selama periode 2007--2018. Hasil menyarankan pentingnya mengendalikan lingkungan pajak spesifik suatu negara dalam menghindari bias variabel yang dihilangkan pada perkiraan. Setelah ini, beserta menggunakan ciri khusus negara yang teramati lainnya, jurnal tersebut menemukan impact positif menurut perjanjian pajak pada antara sampel non-OECD, namun ditemukan terdapat impact yang signifikan secara statistik menurut perjanjian pajak dalam sampel OECD. Hasil jurnal tersebut mengemukakan bahwa perjanjian pajak yangg yang terbaru ditandatangani berdampak menaikkan FDI namun menunjukkan dampak yang lebih sedikit dibandingkan penelitian sebelumnya.

Seperti dibahas pada atas, bukti realitas yang majemuk mengenai imbas perjanjian pajak dalam FDI sudah berkontribusi dalam kontroversi keabsahan perjanjian tadi. Misalnya, Kysar (2019) menyarankan bahwa Amerika Serikat wajib membatalkan atau mengurangi perjanjian pajaknya, mengingat kurangnya bukti buat impact positifnya secara keseluruhan. Brooks dan Krever (2015) menjamin bahwa perjanjian pajak mampu menjadi `cawan beracun' bagi negara-negara berkembang, mendorong negara-negara tadi buat menyerahkan hak pajak mereka tanpa mendapat manfaat yg memadai misalnya peningkatan FDI. Thurnyi (1999) bahkan mengusulkan pembentukan World Tax Organization buat membangun sistem perpajakan dunia yg lebih adil.

Mempertimbangkan akselerasi globalisasi & digitalisasi, reformasi arsitektur perjanjian pajak bilateral yg terdapat mungkin diperlukan. Namun, Berdasarkan output realitas pada makalah ini, penulis jurnal menyarankan rencana berikut buat penelitian masa depan.

Pertama, meskipun jurnal ini menegaskan dampak yang kecil menurut perjanjian pajak dalam genre FDI, namun mengklaim bahwa keuntungannya relatif besar untuk melebihi biaya dalam hal kehilangan hak perpajakan. Oleh karena itu, analisis biaya-manfaat yang lebih rinci sangat penting untuk dilakukan.

Kedua, perkiraan memakai perpaduan data yang lebih luas atau lebih bervariasi dengan menggunakan data taraf mikro akan sangat membantu.

Ketiga, menggunakan mempertimbangkan bahwa banyaknya negara adalah pihak pada beberapa perjanjian pajak, analisis jaringan perjanjian pajak antar negara perlu diperlukan. Akhirnya, studi mendalam mengenai impact transformasi digital yang sedang berlangsung dalam perjanjian pajak wajib dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun