Menjadi seorang kakak bukan sekadar urutan lahir dalam keluarga. Ada tanggung jawab besar yang datang tanpa pernah kita minta. Sejak kecil, aku terbiasa mendengar orang bilang, "Kamu kan kakak, harus ngalah," atau "Kamu harus jadi contoh yang baik." Awalnya aku pikir itu hal biasa, tapi semakin dewasa, aku baru sadar kalau gelar "kakak" ternyata punya harga yang tidak murah.
Aku punya dua adik, satu perempuan dan satu laki-laki. Dalam keluarga dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan, peranku sebagai kakak sering kali bukan hanya sebatas memberi contoh, tapi juga ikut membantu menghidupi. Di saat orang lain sibuk mengejar impian, aku sibuk memastikan adik-adikku bisa terus sekolah. Aku kerja sambil kuliah, menabung sedikit demi sedikit, berharap bisa meringankan beban orang tua.
Setiap hari aku berjuang menyeimbangkan dua hal: bekerja untuk membantu keluarga dan kuliah demi masa depan. Kadang rasanya berat sekali. Ketika teman-teman seusiaku bisa fokus belajar atau bersenang-senang, aku justru harus memikirkan biaya listrik, uang kuliah, atau kebutuhan sekolah adik-adikku. Tapi entah kenapa, ada rasa lega setiap kali bisa membantu, meski sekadar sedikit.
Kadang lelahnya luar biasa. Setelah seharian kerja, masih harus kuliah malam, pulang larut, dan besok paginya mulai lagi dari awal. Ada saat di mana aku ingin menyerah, ingin berhenti sejenak. Tapi setiap kali melihat adik-adikku tertawa, semangat itu kembali. Aku tahu, mereka butuh aku --- dan di situlah aku menemukan alasan untuk terus bertahan.
Menjadi kakak memang tidak mudah. Ada banyak perasaan yang bercampur: tanggung jawab, lelah, tapi juga cinta yang besar. Aku sering merasa seperti berdiri di dua dunia --- dunia anak muda yang ingin bebas, dan dunia orang dewasa yang harus kuat. Aku iri melihat teman-teman yang bisa fokus kuliah tanpa memikirkan tagihan atau biaya rumah tangga. Tapi aku juga bangga, karena dari perjuangan ini aku belajar arti kehidupan yang sebenarnya.
Namun di balik semua itu, aku belajar banyak hal. Aku belajar tentang arti pengorbanan, kedewasaan, dan tanggung jawab. Aku belajar bagaimana caranya berdiri di tengah badai tanpa banyak mengeluh. Aku belajar bahwa membantu bukan berarti kehilangan diri sendiri, tapi menemukan makna hidup yang lebih dalam. Mungkin, ini cara hidup mengajarkanku untuk menjadi seseorang yang tangguh sebelum waktunya.Â
Aku sadar, tidak semua orang diberi kesempatan untuk memikul beban seberat ini. Tapi aku percaya, setiap perjuangan pasti akan berbuah hasil. Suatu hari nanti, aku ingin melihat adik-adikku berhasil, dan bisa bilang dalam hati, "Semua ini tidak sia-sia."
Mungkin inilah harga di balik gelar "kakak" --- lelah, tangguh, tapi penuh cinta. Karena pada akhirnya, meski tak selalu mudah, menjadi kakak adalah salah satu peran paling berharga dalam hidupku.
Jadi kalau suatu hari nanti aku akhirnya wisuda, mungkin orang hanya akan melihat senyum di wajahku dan toga yang kukenakan. Tapi di balik itu, ada harga yang mahal: rasa lelah, tanggung jawab, dan ketulusan seorang kakak yang ingin adik-adiknya punya hidup lebih baik. Karena di balik setiap gelar, ada cerita perjuangan --- dan di balik setiap "kakak", ada cinta yang tak terhitung nilainya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI