Mohon tunggu...
Amat Ribut
Amat Ribut Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya sangat tertarik dengan isu lingkungan dan penelitian terkait keanekaragaman hayati. Fokus saya di bidang ilmu herpetologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mengungkap Distribusi Fauna di Indonesia: Modifikasi Barrier Geografis dalam Zoogeografi

3 Mei 2024   09:53 Diperbarui: 3 Mei 2024   10:27 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. 11 Zona Zoogeografi Dunia (Proches dan Ramdhani, 2012)

Zoogeografi merupakan salah satu cabang ilmu biogeografi yang membahas terkait distribusi hewan yang ada di dunia, bagaimana spesies yang ada saat ini bisa ada di suatu wilayah geografi atau bahkan tidak bisa tersebar. Fenomena tersebut bisa dijelaskan dari adanya teori Continental Drift atau “Pergerakan Benua” yang diajukan oleh Alfred Wegener (1912), bahwa dahulu benua-benua pernah menyatu dan disebut sebagai Pangea. Setelah terpisah muncullah batasan, dalam zoogeografi dikenal sebagai “barrier”, sehingga para ilmuwan membagi dunia menjadi beberapa zona zoogeografi. 

Berdasarkan Alfred Russel Wallace (1876), dari 6 zona zoogeografi yang ada di Dunia, Indonesia masuk terbagi menjadi 2 zona, yaitu Zona Oriental dan Australian. Ilmu zoogeografi terus berkembang dengan pendekatan yang berbeda-beda. Hingga pada tahun 2012 Proches dan Ramdhani membagi 11 zona zoogeografi dunia (Gambar 1), dan Indonesia terbagi dalam 3 zona, yaitu Indo-Malaysian (Kalimantan, Sumatera, Jawa dan Bali), Wallacea (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara) dan New Guinean (Papua).

Di Indonesia sendiri terdapat Garis Wallace, Garis Weber, dan Garis Lydekker merupakan garis-garis imaginer yang dianggap memisahkan atau menjadi barrier distribusi fauna di Indonesia.

Garis Wallace adalah garis yang memisahkan dua wilayah utama di Indonesia, yaitu Sunda Besar di barat (termasuk Kalimantan, Jawa, dan Sumatera) dan Sunda Kecil di timur (termasuk Bali, Lombok, dan Sulawesi), berdasarkan perbedaan fauna.

Garis Weber diiperkenalkan oleh ahli zoologi Jerman, Max Wilhelm Carl Weber, pada awal abad ke-20, garis Weber adalah sebuah garis imajiner yang menghubungkan dua titik terluar penyebaran hewan tertentu. Garis ini memisahkan wilayah-wilayah dengan jenis fauna yang berbeda.

Garis Lydekker: Dinamakan berdasarkan nama ahli zoologi Inggris, Richard Lydekker, garis ini juga merupakan garis imajiner yang membedakan dua wilayah berdasarkan karakteristik fauna. Garis Lydekker sering kali digunakan untuk memahami distribusi fauna di Indonesia Timur, terutama Maluku. Meskipun demikian, batas-batas yang dihasilkan oleh Garis Lydekker tidak selalu selaras dengan batas-batas geografis atau zoogeografis lainnya.

Garis-garis imaginer menjadi jelas ketika fauna yang disebutkan menjadi lebih spesifik ke kelompok hewan atau spesies. Berikut ini merupakan barrier yang ada pada spesies tikus dan kelelawar pemakan buah (Frugivor) dan kelelawar pemakan serangga (Insektivor).

Artikel ini mengacu pada hasil penelitian Ibnu Maryanto dan Seigo Higashi (2011). Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data dari ekspedisi dan penelusuran spesimen awetan dari tahun 19. Total sampel yang ditemukan dari 98 pulau dari bagian barat Sumatera hingga daratan New Guinea dengan mengumpulkan 189 spesies tikus, 77 spesies kelelawar buah dan 168 spesies kelelawar pemakan buah.

Berdasarkan jumlah spesies yang didapatkan, diketahui bahwa kekayaan spesies dari bagian barat ke bagian timur Indonesia semakin meningkat, dan meningkat tajam setelah Garis Wallace dan Weber. Berdasarkan penelitian yang dilakukan tersebut didapatkan hasil sebagai berikut:

  • Garis Wallace masih menjadi barrier geografis untuk ketiga kelompok mamalia dengan sedikit modifikasi. Bali dan Lombok termasuk dalam kelompok Sunda Kecil pada kelompok tikus, namun termasuk dalam kelompok Sunda Besar pada kelompok kelelawar.
  • Garis Weber juga menjadi barrier geografis, dengan batas efektif terletak antara Sulawesi dan Maluku pada tikus dan kelelawar pemakan serangga, sedangkan Maluku bagian utara dan Irian pada kelelawar buah. Kelelawar buah di Maluku Selatan lebih mirip dengan yang ada di Irian.
  • Garis Lydekker hanya menjadi barrier geografis bagi distribusi tikus, di mana beberapa pulau seperti Biak, Owi, dan Kepulauan Yapen termasuk dalam wilayah Maluku, tetapi memiliki fauna tikus yang lebih mirip dengan wilayah lain.
  • Selain 3 garis tersebut, hasil penelitian juga mengungkap bahwa menunjukkan ada tambahan dua barrier, yaitu antara Sumatera dan pulau Sumatera bagian barat (Kepulauan Mentawai) untuk distribusi tikus dan antara Sunda Kecil dan Sulawesi hingga Maluku Selatan untuk kelelawar pemakan serangga dan kelelawar buah.

Gambar 2. merupakan batas zoogeografis di Indonesia untuk tikus (garis merah), kelelawar buah (garis putus-putus biru), dan kelelawar pemakan serangga (garis putus-putus hijau).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun