Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Omong Kosong Politik dan Dekadensi Demokrasi

26 Februari 2022   20:04 Diperbarui: 2 November 2022   13:42 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konflik kepentingan politik (Dokpri)


Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), melalui Ketumnya Cak Imin mengusulkan agar gelaran Pemilu 2024 diundur. Bagaimana dengan  PDI Perjuangan?.  Partai besutan Megawati ini menyatakan sikapnya bahwa usulan pelaksanaan Pemilu 2024 ditunda.

Berbeda dengan itu. Partai Golongan Karya (Golkar), begitu matang. Seperti kata Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto di media massa. Di mana partai Golkar menerima aspirasi dari masyarakat petani terkait usulan Pemilu 2024. Airlangga menyebut keinginan adanya keberlanjutan pemerintahan Presiden Jokowi datang dari rakyat. Atas hal itu, Golkar mengusulkan jabatan Jokowi diperpanjang.

Bagi NasDem, usul Pemilu 2024 ditunda 1-2 tahun, sama seperti menghancurkan demokrasi. Ketum PAN, Zulhas malah setuju gelaran Pemilu 2024 ditunda sesuai usul Ketum PKB Cak Imin.

Terkait hal tersebut, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang tergabung dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf berpendapat masih meminta pandangan pakar soal usul Pemilu 2024 ditunda.

Jumat, 25 Februari 202, Partai Gerindra belum memberikan sikap tegasnya. Relatif tensi politik mulai memanas, terlebih di internal koalisi pemerintah. Ada plus minus dari manuver parpol terkait Pemilu 2024 dilaksanakan atau ditunda tersebut.

Para pakar, aktivis pro demokrasi, dan akademisi mulai angkat bicara. Sebut salah satunya dari Guru Besar dan Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Denny Indrayana menyebut penundaan Pemilu 2024 sebagai pelecehan konstitusi. Disampaikannya, peluang penyalahgunaan kekuasaan akan terjadi bila Pemilu 2024 dimundurkan.

Terjadi pula gratifikasi politik, jika Pilkada ditunda. Elit parpol harus berkalkulasi matang tentang perpanjangan masa jabatan Kepala Daerah, Anggota DPR, DPD RI, dan Anggota DPRD. Begitupula dengan periodisasi masa jabatan Penyelenggara Pemilu. Seluruhnya berpotensi chaos.

Akankah ada gerakan people power?. Jika elit parpol berkonspirasi menunda Pemilu 2024, maka potensi resistensi publik akan terjadi. Bagaimanapun juga, rakyat sudah bosan dengan pademi Covid-19. Disaat Pilkada 2020, masih dalam suasana meningkatnya Covid-19, elit parpol bersepakat Pilkada dilaksanakan. Kala itu, rakyat tentu kecewa.

Tidak main-main, usulan beberapa elit parpol untuk penundaan Pemilu 2024. Cukup serius. Sebagian mereka menggunakan alasan Covid-19. Kelihatannya mereka sudah pikun, atau pura-pura gila?. Selain inkonstitusional saat ini, menunda Pemilu 2024 sama seperti membuat Indonesia makin dililit banyak hutang. Ini dapat disebut sebagai bagian dari makar.

Mereka yang menolak juga adalah Mantan Pimpinan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Hamdan Zoelva. Hamdan buka suara terkait wacana penundaan Pemilu 2024. Dikatakannya jika Pemilu ditunda, maka sama halnya dengan merampas hak rakyat. Hamdan menekankan bahwa pemilu hanya dilaksanakan selama lima tahun sekali. Itu sesuai UUD 1945 pasal 22E dan jika ada pihak yang ingin menunda pemilu, maka harus mengubah ketentuan.

Dipaparkan sesuai mekanisme pasal 37 UUD 1945, tetapi itu merupakan perampasan hak rakyat. Artinya, tidak main-main para tokoh dan pimpinan Ormas besar di Indonesia juga memberikan responnya.  Mereka tentu khawatir, Indonesia menjadi negara salah kelola. Lalu rakyatnya makin miskin dan dimiskinkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun