Menguak Strategi Maritim Silk Road Tiongkok: Perebutan Kekuatan atau Kerja Sama Global?
Tiongkok membangun Belt and Road Initiative (BRI) dalam sektor maritim Asia Pasifik untuk meningkatkan konektivitas perdagangan, memperkuat pengaruh geopolitik, dan mendorong pertumbuhan ekonomi regional. BRI bertujuan untuk membangun infrastruktur maritim seperti pelabuhan dan jalur perdagangan guna mempercepat arus barang dan investasi antar negara, dengan adanya BRI dapat meningkatkan konektivitas global.Â
Dengan mengembangkan jalur maritim, Tiongkok dapat memperluas pengaruhnya di kawasan Indo-Pasifik dan bersaing dengan strategi ekonomi negara lain. (Tirza, n.d.)Ini dapat mendukung investasi dalam proyek maritim membantu negara-negara mitra meningkatkan kapasitas pelabuhan dan efisiensi lalu lintas pelayaran. BRI juga merupakan respons terhadap kebijakan ekonomi Barat dan strategi Indo-Pasifik yang dikembangkan oleh negara-negara seperti Amerika Serikat dan Jepang. Strategi ini telah menimbulkan berbagai reaksi dari negara-negara di kawasan, termasuk Indonesia, yang melihat peluang ekonomi sekaligus tantangan terhadap kedaulatan maritimnya. Â Â
Strategi Maritime Silk Road merupakan bagian dari Belt and Road Initiative (BRI),  Maritime Silk Road  pertama kali diumumkan oleh Presiden Tiongkok, Xi Jinping, pada Oktober 2013 dalam pidatonya di depan Parlemen Indonesia(Mazaheri & Molaee, 2025) .  Setelah pengumuman tersebut, proyek ini mulai dikembangkan dengan investasi besar-besaran dalam infrastruktur maritim, termasuk pembangunan pelabuhan dan jalur perdagangan strategis. Sejak diluncurkan, Maritime Silk Road telah mengalami ekspansi ke berbagai wilayah, termasuk Samudra Hindia, Pasifik Selatan, Laut Mediterania, dan bahkan Samudra Arktik sebagai bagian dari Polar Silk Road  (Zheng et al., 2018)Maritime Silk Road oleh Tiongkok bertujuan untuk menghidupkan kembali jalur perdagangan maritim yang pernah berjaya, menghubungkan Asia, Afrika, dan Eropa. Jalur ini tidak hanya berfungsi sebagai rute perdagangan, tetapi juga sebagai sarana diplomasi ekonomi dan ekspansi geopolitik. Sejarah Maritime Silk Road berakar pada masa Dinasti Han (206 SM--220 M), ketika jalur ini menjadi penghubung utama antara Tiongkok dan dunia luar.Â
Dalam perkembangannya, jalur ini tidak hanya membawa komoditas seperti sutra dan rempah-rempah, tetapi juga menjadi jalur pertukaran budaya dan teknologi. (Liu, 2024) Modernisasi Jalur Sutra (Maritime Silk Road) melalui proyek BRI bertujuan untuk membangun infrastruktur maritim seperti pelabuhan dan jalur perdagangan guna meningkatkan konektivitas global. Dampak dari revitalisasi ini sangat luas, mencakup aspek ekonomi, geopolitik, dan budaya. Secara ekonomi, proyek ini mempercepat arus perdagangan dan investasi dengan negara-negara mitra, sementara secara geopolitik, Tiongkok memperkuat pengaruhnya di kawasan Indo-Pasifik. Selain itu, pertukaran budaya yang terjadi melalui jalur ini juga memperkaya interaksi antarnegara. Namun, strategi ini juga menimbulkan berbagai tantangan, termasuk kekhawatiran negara-negara lain terhadap dominasi ekonomi dan politik Tiongkok serta potensi konflik di wilayah maritim strategis seperti Laut Tiongkok Selatan.(Dursun & Najafov, 2025) Dengan berbagai peluang dan tantangan yang ada, revitalisasi Jalur Sutra Kuno (Maritime Silk Road) tetap menjadi salah satu inisiatif paling ambisius dalam perdagangan dan hubungan internasional abad ke-21. Â Â
Ekspansi ekonomi dan geopolitik menjadi salah satu motif utama di balik strategi Jalur Maritime Silk Road Tiongkok. Melalui pembangunan infrastruktur maritim seperti pelabuhan, jalur perdagangan, dan zona ekonomi khusus di negara-negara sepanjang jalur Indo-Pasifik, Tiongkok secara aktif memperluas jangkauan pengaruhnya di kawasan yang strategis ini. Investasi besar-besaran dalam proyek-proyek infrastruktur, terutama di negara-negara berkembang, tidak hanya membuka akses pasar baru bagi produk dan perusahaan Tiongkok, tetapi juga mempererat hubungan ekonomi dan diplomatik dengan negara-negara mitra. (Sen, 2023)Dalam jangka panjang, kehadiran infrastruktur yang didanai dan dibangun oleh Tiongkok di berbagai wilayah dapat memberikan leverage geopolitik, karena menciptakan ketergantungan ekonomi dan meningkatkan posisi tawar Tiongkok dalam berbagai negosiasi internasional. Kawasan Indo-Pasifik yang merupakan jalur utama perdagangan dunia menjadi panggung utama bagi Tiongkok untuk menunjukkan kekuatan ekonominya sekaligus memproyeksikan pengaruh strategis secara lebih luas di tengah persaingan global.
Strategi Maritime Silk Road Tiongkok juga bertujuan untuk meningkatkan konektivitas global sebagai fondasi bagi percepatan arus perdagangan dan investasi antarnegara. Melalui pembangunan jaringan pelabuhan, jalur pelayaran, dan infrastruktur logistik di sepanjang rute maritim yang membentang dari Tiongkok menuju Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika Timur, hingga Eropa, Tiongkok berupaya menciptakan sistem perdagangan internasional yang lebih efisien dan terintegrasi. Konektivitas ini tidak hanya mempermudah pergerakan barang dan jasa, tetapi juga membuka peluang investasi bilateral dan multilateral dengan negara-negara mitra. (Cai, 2024) Dalam konteks ini, Jalur Maritime Silk Road berfungsi sebagai sarana untuk mempererat kerja sama ekonomi lintas kawasan, memperkuat posisi Tiongkok dalam jaringan perdagangan global, dan mendorong pertumbuhan ekonomi bersama melalui keterhubungan yang lebih erat antarnegara. Strategi ini mencerminkan upaya Tiongkok untuk mengambil peran sentral dalam tata ekonomi dunia melalui integrasi yang lebih mendalam dengan pasar internasional.Â
 Persaingan geopolitik antara Tiongkok dan Barat menjadi salah satu faktor utama di balik inisiatif Maritime Silk Road dalam Belt and Road Initiative (BRI). Strategi ini dianggap sebagai respons terhadap dominasi ekonomi Barat dan kebijakan Indo-Pasifik yang dikembangkan oleh Amerika Serikat. Dengan membangun infrastruktur maritim seperti pelabuhan dan jalur perdagangan, Tiongkok berupaya memperkuat pengaruhnya di kawasan Indo-Pasifik serta mengurangi ketergantungan pada jalur perdagangan yang dikendalikan oleh negara-negara Barat. Amerika Serikat dan sekutunya telah lama mendominasi sistem perdagangan global, terutama melalui aliansi ekonomi dan militer yang memperkuat posisi mereka di kawasan Asia-Pasifik. Sebagai tanggapan, Tiongkok menggunakan Maritime Silk Road untuk memperluas akses pasar, meningkatkan konektivitas dengan negara-negara berkembang, dan membangun kemitraan strategis yang dapat menyaingi pengaruh Barat. Namun, strategi ini juga menimbulkan ketegangan geopolitik, terutama di wilayah-wilayah strategis seperti Laut China Selatan, di mana klaim maritim Tiongkok sering berbenturan dengan kepentingan negara-negara lain.  Â
Strategi Maritime Silk Road dilakukan di berbagai wilayah maritim yang memiliki kepentingan strategis bagi perdagangan dan geopolitik. Inisiatif ini mencakup pembangunan infrastruktur maritim seperti pelabuhan dan jalur perdagangan di Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika, dan Eropa(Lim, 2015). Beberapa lokasi utama yang menjadi bagian dari proyek ini meliputi Laut China Selatan, Samudra Hindia, serta berbagai pelabuhan di negara-negara mitra seperti Sri Lanka, Pakistan, Myanmar, dan Indonesia. Negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Sri Lanka, Bangladesh, dan Pakistan menjadi fokus utama. Contohnya, pembangunan Pelabuhan Hambantota di Sri Lanka dan proyek pelabuhan di Chittagong, Bangladesh, yang melibatkan investasi signifikan dari perusahaan Tiongkok(Tirza, n.d.) . Di Indonesia, jalur ini melewati wilayah maritim yang strategis, termasuk Selat Malaka dan beberapa pelabuhan utama yang menjadi bagian dari konektivitas perdagangan global. Selain itu, proyek ini juga berupaya meningkatkan hubungan ekonomi dengan negara-negara di kawasan Indo-Pasifik melalui investasi dan kerja sama infrastruktur. Â Â
(Xu et al., 2025)Di Timur Tengah dan Afrika Timur, Tiongkok telah membangun dan mengoperasikan pelabuhan strategis di Djibouti, Kenya, dan Tanzania. Di Djibouti, Tiongkok mengelola pelabuhan dan memiliki pangkalan militer luar negeri pertama di luar Tiongkok. (Lim, 2015) Di Eropa pun telah dibangun pelabuhan seperti Piraeus di Yunani telah diakuisisi oleh perusahaan Tiongkok COSCO, menjadikannya sebagai gerbang utama untuk ekspor Tiongkok ke Eropa. Maritime Silk Road bekerja dengan menghubungkan berbagai wilayah maritim melalui pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan, jalur perdagangan, dan fasilitas logistik.(Anam & Ristiyani, 2018) Inisiatif ini merupakan bagian dari Belt and Road Initiative (BRI) yang bertujuan untuk meningkatkan konektivitas perdagangan antara Asia, Afrika, dan Eropa. Â Secara operasional, Maritime Silk Road melibatkan investasi besar-besaran dalam proyek maritim di negara-negara mitra, termasuk pembangunan pelabuhan strategis yang memungkinkan arus barang dan jasa lebih efisien. Selain itu, jalur ini juga mencakup kerja sama ekonomi dan diplomasi untuk memperkuat hubungan perdagangan internasional. Di kawasan Indo-Pasifik, strategi ini berperan dalam memperluas pengaruh Tiongkok melalui jalur laut utama seperti LautTiongkok Selatan, Samudra Hindia, dan Laut Mediterania. Namun, proyek ini juga menghadapi tantangan, termasuk kekhawatiran negara-negara lain terhadap dominasi ekonomi dan politik Tiongkok serta potensi konflik di wilayah maritim strategis. Â
 Dalam perspektif realisme, (Agatha & Aritonang, n.d.)negara dianggap sebagai aktor utama yang bersaing untuk kekuasaan dan keamanan dalam sistem internasional yang anarki (tanpa otoritas tertinggi). Tindakan yang diambil Tiongkok dalam strategi Maritime Silk Road dipandang sebagai strategi geopolitik dan kekuatan nasional Tiongkok. Strategi ini dipandang sebagai upaya Tiongkok untuk memperkuat hegemoni ekonomi dan militer di kawasan Asia-Pasifik. Realisme menekankan bahwa negara bertindak berdasarkan kepentingan nasional dan kekuatan. Tiongkok menggunakan proyek ini untuk memperluas pengaruhnya di wilayah maritim, termasuk Laut China Selatan. Dan juga dapat meningkatan kapabilitas militer, di mana infrastruktur maritim yang dibangun dapat digunakan untuk memperkuat kehadiran militer dan mengamankan jalur perdagangan strategis. Dominasi ekonomi juga dilakukan dengan Investasi besar-besaran dalam pelabuhan dan jalur perdagangan memungkinkan Tiongkok mengontrol arus perdagangan global.  Strategi Maritime Silk Road  dijadikan sebagai alat untuk meningkatkan kekuatan nasional, di mana Tiongkok menggunakan proyek ini untuk memperluas kekuasaan ekonomi dan militer melalui kontrol atas pelabuhan strategis di sepanjang jalur perdagangan global. Maritime Silk Road dianggap sebagai respons langsung terhadap pengaruh Amerika Serikat dan aliansinya di kawasan Indo-Pasifik.Â