Assalamu'alaikum, Readers
Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan program pembangunan 3 juta unit rumah sebagai bagian dari upaya mengatasi backlog perumahan untuk mendukung ketersediaan hunian layak bagi masyarakat sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan backlog perumahan di Indonesia masih berada di kisaran 9,79 juta unit, dengan 26,9 juta keluarga masih belum memiliki akses terhadap hunian yang layak. Hal ini mencerminkan kebutuhan mendesak atas solusi inovatif dan berkelanjutan.
Ketersediaan hunian layak tidak hanya berbicara mengenai kekurangan jumlah rumah, tetapi juga terkait erat dengan sanitasi buruk, bahan bangunan tidak layak, dan kepadatan permukiman. Kondisi tersebut memperburuk kualitas hidup masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah (MBR).
Presiden Prabowo Subianto dalam Rapat Koordinasi Nasional Penurunan Stunting pada Maret 2025 menekankan bahwa penyediaan rumah layak huni serta sanitasi sehat merupakan determinan penting untuk gizi, tumbuh kembang anak, dan kualitas generasi mendatang
Tujuan Lebih lanjut, meningkatnya kasus askariasis (cacingan) di sejumlah daerah juga menunjukkan bahwa akses terhadap rumah yang layak dan sanitasi yang memadai berimplikasi langsung pada kesehatan masyarakat. Permasalahan kesehatan akibat lingkungan tinggal yang tidak sehat ini menegaskan bahwa penyediaan rumah bukan hanya sekadar aspek ekonomi dan sosial, tetapi juga fundamental bagi kesehatan publik, produktivitas tenaga kerja, dan daya saing bangsa.
Untuk itu, diperlukan alternatif instrumen keuangan yang inklusif, seperti tabungan perumahan dan asuransi mikro, yang dapat membantu masyarakat berpenghasilan rendah membangun daya tahan finansial sekaligus memperluas akses kepemilikan rumah.
Melihat tantangan tersebut, Indonesia Roundtable of Young Economists (INRY) menggelar sesi diskusi dengan tema Tabungan, Asuransi Mikro, dan Pembangunan Perumahan Rakyat: Jalan Baru Mengatasi Backlog Perumahan.
Hadir para panelis yakni Harryadin Mahardika, Ekonom dan Dewan Pembina Indonesia Roundtable of Young Economists (INRY); M. Fankar Umran, Direktur Utama PT Askrindo; Ramadani Partama, Economist BRI, Mamay Sukaesih, Senior Industry and Regional Analyst Bank Mandiri; Kun Wardana Abyoto, Dekan Fakultas Sains Terapan dan Teknologi, Institut Sains dan Teknogi Nasional (ISTN); Arnoldus Paut, Tenaga Ahli Menteri Bidang Kesehatan dan Stunting, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan Frits H. Soejoedi, CEO UI Leadership Development Center (UI LDC). Acara ini dimoderatori oleh Stella Kusumawardhani.
Menurut Fankar Umran, bicara tentang perumahan, merupakan isu yang multidimensi. "Program Presiden Prabowo yaitu 3 juta rumah, bagi saya bukan sekadar membangun 3 juta rumah tetapi bagaimana menyelesaikan backlog perumahan," jelasnya.
Data dari Kementrian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), 80-90% backlog itu terjadi kepada pengusaha kecil yang tidak punya cash flow yang memadai. "Kalau kita perhatikan, rumah di kompleks perumahan, juga rumah-rumah subsidi itu banyak yang kosong. Bahkan ada juga tidak laku. Kenapa? Karena tidak sesuai peruntukannya, siapa yang butuh rumah, siapa yang dibangunkan rumah," terang Fankar.