Mohon tunggu...
Amanda MeisyaNur
Amanda MeisyaNur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjadi Isu Sosial: Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia Meningkat

27 April 2024   15:50 Diperbarui: 3 Mei 2024   15:41 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.gramedia.com/literasi/pelecehan-seksual/ 

Kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan sedang marak terjadi di Indonesia. Hal ini menandakan kurangnya pengawasan dan perhatian dari lingkungan sekitar, sehingga bisa menjadi celah bagi para pelaku. Menurut data yang dirilis pada website kekerasan.kemenpppa.go.id oleh Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) pada tahun 2024 sejak Januari sampai detik ini, tercatat 4.765 kasus dengan anak-anak menjadi korban yang paling banyak, kekerasan seksual paling banyak dialami, dan kasus tersebut sering terjadi dalam lingkup rumah tangga, jumlah kasus yang tercatat dapat terus meningkat.

Dilihat dari data yang ada, banyaknya kasus dengan korban anak-anak yang tercatat, tentu hal itu mendapat perhatian khusus dari pihak berwenang dan lingkungan sekitar. Dilansir dari gatra.com "(Kasus) kekerasan kepada anak itu memang dominasinya (kasus) kekerasan seksual. Dan, yang sangat masih miris (dan) menjadi kekhawatiran kita itu, pelaku kekerasan itu adalah orang terdekat, orang yang dikenal korban, orang yang harusnya memberi perlindungan," ucap Ratna Susianawati yang merupakan Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) usai acara Konferensi Pers Capaian Kemen PPPA 2023 dan Resolusi 2024, Gedung Kemen PPPA, Jakarta, Jumat (5/1).

Beberapa contoh kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan yang tersebar di media massa diantaranya, 4 kasus kekerasan seksual pada anak di Surabaya, kasus kekerasan seksual pada anak di kecamatan Sebulu, kasus balita 3,5 tahun yang dicabuli ayah kandung, pelecehan yang terjadi didalam KRL, dll. Dari contoh kasus yang ada membuktikan bahwa banyaknya kasus pelecehan seksual dan kekerasan pada perempuan dan anak terjadi dilingkungan rumah tangga dan pelaku merupakan orang terdekat.

Meskipun sudah banyak pengaduan yang tercatat dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA), ternyata faktanya masih banyak korban kekerasan yang belum melaporkan kasus kekerasan dan pelecehan yang dialaminya, hal ini terjadi karena sejumlah pertimbangan seperti pelaku merupakan orang terdekat sehingga korban justru takut disalahkan, korban tidak didukung oleh lingkungan terdekat, atau korban takut dibully sehingga memilih bungkam atas kasus yang dialaminya. Korban yang tidak melakukan pengaduan akan memiliki dampak buruk dari kekerasan atau pelecehan yang dialaminya karena tidak mendapatkan penanganan khusus dari pihak berwenang. Dampak yang biasanya terjadi diantaranya korban akan mengalami trauma yang mendalam, selain itu stress/depresi yang dialami korban dapat mengganggu fungsi dan perkembangan otaknya, korban mungkin sering bermimpi buruk, dan memiliki rasa curiga yang berlebihan terhadap orang lain dalam waktu yang cukup lama, bahkan korban dapat melukai diri sendri atau mengakhiri hidup nya.

Mengingat bahwa perempuan dan anak-anak rentan menjadi korban kekerasan seksual maka perlu dilakukan upaya preventif, dengan cara melakukan pendekatan dari beberapa aspek, memberikan edukasi kepada anak agar dapat menghindari kekerasan seksual, berkampanye anti kekerasan, menyediakan tempat pelaporan dan penanganan terhadap tindak kekerasan, tenaga kesehatan memberikan dan menyediakan tempat perawatan dan perlindungan bagi korban kekerasan, dsb. Selain upaya preventif, Dikutip dari merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/ppks/prinsip-penanganan kita juga perlu melakukan Psychological First Aid (PFA) hal ini bertujuan untuk mengurangi distress dan mencegah munculnya perilaku tampilan kondisi kesehatan mental negatif yang disebabkan dari kekerasan atau pelecehan yang sudah dialami korban. PFA yang dapat dilakukan pendamping yaitu melindungi dan mengamankan korban dari bahaya dan menjauhkan korban dari hal yang menyebabkan trauma, memberikan kebutuhan mendesak kepada korban seperti (makan, minum, perawatan luka,dsb.) , mengurangi rasa tidak nyaman pada korban dengan membangun komunikasi dan tidak menyalahkan korban, memberikan layanan hukum, membawa korban ke ruman aman atau jadi rumah aman bagi korban, dan membantu korban memulihkan diri dan juga kesehatan mental nya agar dapat beraktivitas dengan normal kembali.

 

Dilansir dari kemenpppa.go.id, Pribudiarta pun mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, seperti Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak.

Diharapkan dengan adanya UU tentang perlindungan anak dan perempuan, maka bisa mencegah terjadinya pelecehan seksual terhadap anak dan Prempuan dan para pelaku tindak kejahatan tersebut bisa di kenakan sanksi sesuai dengan UU yang berlaku.

Amanda Meisya NP

231011201160

Universitas Pamulang 

Irenne Putren S.Pd.,M.Pd. : Dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun