Mohon tunggu...
Mukhlishul Amal Fasha
Mukhlishul Amal Fasha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Mencoba independen, tertarik pada filsafat, geopolitik, dan isu-isu sosial.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pengaruh Kejatuhan Kabul terhadap Peta Politik di Asia Selatan dan Timur Tengah

21 Agustus 2021   19:56 Diperbarui: 25 Agustus 2021   19:26 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dunia internasional dikejutkan dengan jatuhnya pemerintahan sah Afganistan oleh faksi Taliban pasca penarikan Tentara AS dari negara itu yang dimulai pada akhir Juli lalu. Milisi Taliban berhasil merebut kota-kota besar hanya dalam waktu kurang dari sebulan. Bahkan, ibu kota Kabul berhasil dikuasai sehingga memaksa Presiden Ashraf Ghani mengungsi ke luar negeri sebelum milisi Taliban sampai di ibu kota Kabul. Hal ini menimbulkan berbagai kekhawatiran terhadap kondisi keamanan dan HAM di negara itu, karena faksi Taliban yang pernah berkuasa pada kurun waktu 1996-2001 memiliki rekam jejak yang buruk dalam penegakkan Hak Asasi Manusia di negara tersebut.

Taliban memiliki cita-cita mendirikan negara yang berlandaskan syariat Islam. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang pendidikan pemimpin Taliban yang dididik secara konservatif di madrasah-madrasah deobandi di Pakistan. Deobandi adalah sebuah aliran dalam Islam Sunni berlandaskan Alquran, hadis, konsensus (ijmak), dan analogi (qiyas) yang bertujuan menerapkan syariat islam di segala dimensi kehidupan secara murni dan konsekuen. Ideologi inilah yang menjadi landasan Taliban dalam menerapkan sistem ketatanegaraan berbasis Islam di Afganistan.

Memprediksi situasi regional jika pemerintahan baru Afganistan telah dibentuk akan menjadi gambaran orientasi kebijakan luar negeri Afganistan di bawah Taliban. Saya menguraikan beberapa contoh negara berpengaruh yang diprediksi akan mempengaruhi kondisi sosial politik Afganistan, diantaranya adalah Iran, Pakistan, dan Tiongkok.

Iran

Iran merupakan negara yang mencoba meluaskan pengaruhnya ke kawasan regional. Iran akan mencoba menjalin hubungan baik dengan pemerintahan baru Afganistan. Selain karena AS adalah musuh Iran, diplomasi Iran dibutuhkan untuk melindungi etnis Hazara yang mayoritas adalah penganut Syiah dari diskriminasi struktural yang berpotensi terjadi. Meskipun hubungan Iran dan Taliban sempat memburuk karena pembunuhan sembilan diplomat Iran pada 1998 lalu, tetapi tampaknya Iran sangat berambisi dalam meluaskan pengaruhnya di kawasan regional, termasuk Afganistan.

Pakistan

Sudah menjadi rahasia umum jika Pakistan adalah pendukung Taliban, karena pada 1996, Pakistan adalah salah satu dari tiga negara yang mengakui pemerintahan Taliban di Afganistan. Dukungan ini mungkin akan berlanjut, karena Pakistan ingin menekan Taliban agar "menertibkan" milisi TTP (Tehrik-i-Taliban Pakistan), sekutu Taliban yang melakukan pemberontakan di Utara Pakistan. Selain itu, Pakistan ingin membatasi pengaruh India di Afghanistan.

Tiongkok

Beberapa dekade terakhir, Tiongkok tumbuh menjadi negara dengan kekuatan ekonomi raksasa di dunia, menandingi AS dan Uni Eropa. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang amat pesat berpotensi membahayakan ekonomi Amerika Serikat sehingga Presiden Trump dengan doktrin "America first" menerapkan bea masuk impor sampai 25% terhadap produk-produk Tiongkok, yang disebut sebagai Perang Dagang. Selain itu, Klaim Tiongkok yang menyatakan bahwa 90% LTS adalah wilayahnya sangat ditentang AS. Klaim sepihak Tiongkok dinilai akan membahayakan keamanan regional dan membahayakan posisi AS sebagai kekuatan hegemoni dunia. Apalagi, Tiongkok  mempunyai proyek infrastruktur berskala global yang disebut Belt & Road Initiative (B&R) yang membentang dari Tiongkok melewati Asia Tengah, Timur Tengah sampai Eropa Timur.

Lantas apa hubungannya dengan Afganistan?

Kepergian AS dari Afganistan akan mendorong Tiongkok mendekati Afganistan agar bersedia untuk terlibat dalam proyek globalnya. Beijing membutuhkan dukungan Afganistan dalam menandingi pengaruh AS di Timur Tengah. Juru bicara Taliban, Suhail Shaheen mengatakan bahwa Afganistan akan mempersilakan Tiongkok untuk membangun Afganistan setelah pertemuan salah satu pemimpin Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar dengan Menlu Tiongkok Wang Yi pada akhir Juli lalu. Pertemuan ini bisa menjadi gambaran orientasi kebijakan luar negeri Afganistan di bawah Taliban. Apalagi, Tiongkok mempunyai masalah dengan terorisme di Xinjiang, dan diharapkan Taliban dapat membantu menyelesaikan persoalan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun