Meski kasus ini tidak terkait isu SARA, pendekatan terhadap pelaku dan komunitas sekitar tetap perlu dijalankan secara sensitif agar tidak menciptakan stigma atau konflik horizontal baru. Penanganan hukum harus dilakukan tanpa diskriminasi, dan pendekatan dialog sosial perlu diutamakan.
5. Melakukan Pembinaan dan Pengawasan Organisasi Kemasyarakatan
Banyak pelaku parkir liar beroperasi secara terorganisir dan tidak jarang berlindung di balik struktur informal tertentu. Ini menunjukkan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap organisasi kemasyarakatan yang beroperasi di sektor publik. Pemerintah harus aktif melakukan pendataan, legalisasi, dan pembinaan terhadap kelompok-kelompok masyarakat agar tetap berada dalam koridor hukum dan tidak merugikan publik.
Masalah parkir liar di kawasan Benteng Kuto Besak (BKB) Kota Palembang mencerminkan persoalan serius dalam tata kelola ruang publik, ketertiban sosial, dan pengawasan pelayanan umum. Praktik pungutan liar yang dilakukan secara paksa tidak hanya merugikan masyarakat dan wisatawan, tetapi juga melemahkan kepercayaan publik terhadap aparat dan pemerintah daerah.
Upaya Wali Kota Palembang yang turun langsung menangani kasus ini menunjukkan respons cepat yang patut diapresiasi. Namun, penyelesaian jangka panjang menuntut langkah sistemik berupa penguatan regulasi, peningkatan pengawasan, pemberdayaan juru parkir resmi, dan penerapan sistem parkir digital yang transparan.
Masalah ini tidak bisa ditangani dengan razia sesaat, melainkan perlu keterlibatan lintas sektor dan partisipasi aktif masyarakat. Dengan demikian, kawasan BKB tidak hanya menjadi ikon wisata, tetapi juga mencerminkan wajah kota yang tertib, aman, dan beradab.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI