Mohon tunggu...
Alya Zalikhah
Alya Zalikhah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Hubungan Internasional FISIP UPNVJ. Tertarik menulis tentang isu sosial, keberagaman budaya, dan refleksi pengalaman sehari-hari.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Belajar Keberagaman dari PKKMB FISIP UPNVJ: Bela Negara, Bela Rakyat

16 Agustus 2025   11:11 Diperbarui: 16 Agustus 2025   11:11 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

PKKMB FISIP UPN "Veteran" Jakarta 2025 menjadi pengalaman yang sangat berkesan bagi saya sebagai mahasiswa baru. Bukan hanya sekadar acara pengenalan fakultas, melainkan sebuah ruang belajar yang mempertemukan gagasan, keberanian bersuara, dan juga keberagaman budaya dari mahasiswa baru yang datang dari berbagai penjuru Indonesia.

Salah satu momen yang paling membekas adalah talkshow bersama Okky Madasari, sastrawan dan pemikir kritis Indonesia. Dalam sesi tersebut, kami diajak berdiskusi mengenai krisis suara dan krisis keadilan di Indonesia. Topik ini terasa begitu relevan, apalagi ketika sesi tanya jawab dibuka. Antusiasme mahasiswa baru luar biasa; banyak yang berani mengajukan pertanyaan kritis dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi maupun fenomena sosial di sekitar mereka. Saya sendiri sebenarnya ingin bertanya, namun kesempatan itu belum sempat saya dapatkan. Meski begitu, saya merasa bahagia karena atmosfer diskusinya hidup, penuh energi, dan menunjukkan bahwa generasi muda hari ini tidak lagi pasif menghadapi ketidakadilan.

Selain itu, saya juga sangat terkesan dengan orasi BEM Fakultas. Orasi tersebut menyinggung bahwa persoalan tidak hanya terjadi di tingkat negara, tetapi juga hadir dalam lingkup kampus. Menurut saya, itu merupakan pernyataan yang cukup berani sekaligus menggugah. Selama ini, saya sempat berpikir bahwa makna bela negara identik dengan membela pemerintah. Namun dari acara ini, saya semakin optimis bahwa bela negara sejatinya adalah membela rakyat. Keberanian mahasiswa dalam menyuarakan kritik membuktikan bahwa FISIP adalah ruang yang sehat untuk menumbuhkan kesadaran kritis dan keberanian bersuara.

Keberagaman yang Menyatukan 

Selain konten acara yang inspiratif, pengalaman paling berharga selama PKKMB adalah bertemu teman-teman baru dari berbagai daerah. Ada yang datang dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara. Keberagaman latar belakang ini membuat setiap obrolan terasa kaya makna.

Saya masih ingat ketika berbincang dengan beberapa teman yang merantau ke Jakarta dan tinggal di kos. Mereka bercerita tentang proses adaptasi yang tidak mudah, mulai dari menghadapi ritme hidup Jakarta yang serba cepat, biaya hidup yang tinggi, hingga rasa rindu kampung halaman. Ada yang homesick karena baru pertama kali jauh dari keluarga, ada pula yang bercerita tentang makanan khas daerahnya yang sulit ditemukan di Jakarta. Dari situ, saya jadi belajar bahwa setiap orang membawa "budaya rumah" mereka masing-masing, dan itu yang membuat suasana pertemanan semakin berwarna.

Tak hanya soal cerita adaptasi, keberagaman juga terlihat dari bahasa daerah. Sesekali ada teman yang spontan melontarkan kata dalam bahasa ibu mereka, lalu teman lain bertanya artinya, dan suasana jadi cair penuh tawa. Hal-hal sederhana seperti ini memperlihatkan betapa luasnya khazanah budaya Indonesia, yang hadir nyata di ruang-ruang kecil pertemanan di FISIP.

Suasana Kampus yang Kaya Perspektif 

Keberagaman yang saya rasakan selama PKKMB memberikan perspektif baru. Saya menyadari bahwa keberagaman bukan sekadar perbedaan yang dibiarkan berdiri sendiri, melainkan modal sosial yang memperkaya proses belajar kami sebagai mahasiswa. Setiap teman membawa cerita, pengalaman, dan cara pandang berbeda.

Di kelas, diskusi tentu akan lebih dinamis ketika diisi oleh mahasiswa yang memiliki latar belakang berbeda. Misalnya, mahasiswa yang berasal dari daerah konflik bisa memberi sudut pandang langsung tentang isu keamanan, sementara mahasiswa dari perkotaan bisa menambahkan perspektif terkait kebijakan publik. Keberagaman itu membuat suasana kampus lebih hidup, tidak monoton, dan mendorong kita untuk saling memahami.

Selain itu, semangat kebersamaan juga tumbuh secara alami. Ketika ada teman yang homesick, mahasiswa lain biasanya mencoba menghibur atau mengajak beraktivitas bersama. Saat ada yang kesulitan memahami materi atau adaptasi dengan suasana kampus, teman-teman lain sigap membantu. Semua ini menegaskan bahwa perbedaan justru bisa menjadi alasan untuk saling menguatkan.

Refleksi: Menjaga Keberagaman sebagai Modal Sosial

Dari pengalaman PKKMB, saya semakin menyadari bahwa keberagaman adalah hal yang harus dijaga, bukan diabaikan. Indonesia adalah negara dengan ratusan etnis, bahasa, dan tradisi, dan keberagaman itu adalah modal utama untuk memperkuat persatuan. Di lingkungan kampus, keberagaman menjadi bekal bagi kami untuk belajar menghargai, bertoleransi, dan melihat persoalan dari banyak sudut pandang.

Sebagai mahasiswa FISIP, kami akan berhadapan dengan isu-isu sosial, politik, dan budaya yang kompleks. Tanpa kemampuan untuk menghargai perbedaan, mustahil kami bisa menjadi bagian dari solusi. Justru dengan keberagaman inilah kami belajar bersikap inklusif, terbuka, dan mampu berdialog dengan siapa pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun