NAMA: MUHAMMAD ALFA ROHMATIN
JURUSAN : HUBUNGAN INTERNASIONAL UPN VETERAN YOGYAKARTA
Kuil Preah Vihear, sebuah kuil Hindu yang dibangun pada abad ke-11 pada masa kejayaan Kekaisaran Khmer. Ini menjadi bukti kekayaan warisan agama dan budaya di kawasan ini ASEAN.
Kuil ini terletak di pegunungan Dangrek, yang merupakan perbatasan antara Thailand dan Kamboja. Kedua negara menegaskan bahwa candi terkait berada di dalam batas teritorial masing-masing.
Pada tahun 1962, Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan bahwa Kuil Preah Vihear secara hukum merupakan bagian dari wilayah Kamboja. Penentuan ini dibuat berdasarkan peta yang telah disepakati sebelumnya yang mengindikasikan bahwa kuil tersebut berada di dalam wilayah Kamboja.
Meskipun faktanya akses menuju kuil tersebut lebih mudah dari sisi Thailand. Keputusan tersebut memicu ketidakpuasan di kalangan nasionalis Thailand yang menganggapnya sebagai ancaman terhadap warisan budaya bangsa.
Selama beberapa dekade berikutnya, ketegangan berada pada tingkat yang tergolong rendah. Namun, konflik meningkat pada tahun 2008 ketika Kamboja mengajukan Kuil Preah Vihear untuk diakui sebagai Situs Warisan Dunia oleh Organisasi Pendidikan, Sosial, dan Budaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Thailand menganggap tindakan ini sebagai tindakan provokatif, karena beberapa area tertentu di sekitar kuil masih menjadi titik perselisihan. Akibatnya, serangkaian konfrontasi kecil terjadi antara militer Kamboja dan Thailand yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.
Di kedua negara, kuil Preah Vihear digunakan sebagai instrumen politik dalam negeri. Di Thailand, ketegangan ini dieksploitasi oleh kelompok-kelompok politik untuk melancarkan serangan terhadap pemerintah yang dianggap lemah dalam mempertahankan kedaulatan nasional. Selama kunjungannya ke Kamboja, Hun Sen memanfaatkan isu ini untuk meningkatkan legitimasi nasionalnya dan menumbuhkan rasa patriotisme di antara penduduk Kamboja.
Terlepas dari prinsip dasar Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk menyelesaikan konflik antaranggota melalui cara-cara damai, kasus Preah Vihear menunjukkan keterbatasan mekanisme penyelesaian sengketa di dalam ASEAN. Prinsip non-intervensi dalam urusan internal negara anggota merupakan prinsip dasar dari kerangka kerja politik ASEAN.
Jika terjadi konflik, peran ASEAN terbatas pada mendorong dialog dan memfasilitasi penyelesaian karena ASEAN Â tidak memiliki kapasitas untuk memaksakan penyelesaian konflik. Dalam hal ini, ASEAN yang mana Indonesia yang menjabat sebagai Ketua ASEAN pada saat itu, berusaha untuk menengahi dengan mengusulkan pengiriman tim pemantau ke daerah konflik. Namun, langkah ini ditolak oleh pihak yang bertikai.
Pada tahun 2011, ketegangan meningkat hingga terjadi konflik bersenjata antara pasukan Thailand dan Kamboja di sekitar kuil dan beberapa lokasi perbatasan. Konflik ini berdampak pada memburuknya hubungan diplomatik yang sudah buruk antara kedua negara.